Electronic Theses and Dissertation
Universitas Syiah Kuala
THESES
TINDAK PIDANA KORUPSI PERBANKAN DITINJAU MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERBANKAN
Pengarang
MUHAMMAD RESA MAHZA - Personal Name;
Dosen Pembimbing
Dahlan - 196704041993031004 - Dosen Pembimbing I
Muzakkir Abubakar - 195612101981031001 - Dosen Pembimbing II
Nomor Pokok Mahasiswa
1703201010039
Fakultas & Prodi
Fakultas Hukum / Ilmu Hukum (S2) / PDDIKTI : 74101
Subject
Kata Kunci
Penerbit
Banda Aceh : Program Studi Magister Hukum., 2022
Bahasa
Indonesia
No Classification
345
Literature Searching Service
Hard copy atau foto copy dari buku ini dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan hubungi via telegram (Chat Services LSS)
Perbankan sebagai lembaga perantara keuangan yang menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Dalam menjalankan fungsinya, bank dapat melakukan berbagai kegiatan usaha, meliputi penghimpunan dana, penyaluran kredit, dan kegiatan lain. Tindak pidana yang berkaitan dengan kegiatan usaha diatur dalam Pasal 49 ayat (1) Undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana diubah Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan berdasarkan Undang-undang No.7 Tahun 1992 selanjutnya disebut UU Perbankan yang berbunyi, apabila bank melakukan pelanggaran ketentuan pidana dalam pelaksanaan kegiatan usahanya, mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurangkurangnya Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp.200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah). Namun dalam praktinya penegakan tindak pidana perbankan didasari pada Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menjelaskan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Namun pada implementsinya banyak mengalami hambatan seperti melanggar azas concursus, mandulnya uu perbankan karena tidak pernah diterapkan, menimbulkan kebingungan dan keraguan aparat penegakan hukum pada saat hendak menegakan tindak pidana perbankan, dan berdampak buruk bagi industri jasa perbankan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa tindak pidana kegiatan usaha bank dapat dikualifikasikan sebagai tindak korupsi yang menyebabkan kerugian negara, keberlakuan asas lex spesialis sistematik terhadap undang-undang perbankan di kegiatan usaha perbankan, dan unsur-unsur Pasal 49 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dalam mengatasi tindak pidana kegiatan usaha perbankan.
Penelitian penulisan tesis ini menggunakan jenis penelitian yuridis Normatif yaitu penelitian dengan mengedepankan norma-norma yang berlaku dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Bahan hukum ini dapat diperoleh dengan menelusuri beberapa bahan hukum yaitu bahan hukum primer, sekunder maupun tersier. Adapun cara pengumpulan data yang di lakukan dalam penulisan tesis ini dengan penelitian kepustakaan (Libary Research). Analisis penelitian dilakukan secara preskriptif, yaitu menganjurkan, bukan mengemukakan apa adanya.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa, Tindak pidana kegiatan usaha bank tidak dapat dikualifikasikan sebagai tindak korupsi yang menyebabkan kerugian negara, karena penyertaan modal oleh Negara dalam bentuk kekayaan Negara yang dipisahkan. Pedahal sebenarnya ketika Negara menyertakan modalnya dalan bentuk saham kepada bank umum persero, maka kekayaan itu menjadi kekayaan bank umum persero tersebut dan tidak menjadi kekayaan Negara. Dalam kasus tindak pidana perbankan yang berkaitan dengan kegiatan usaha bank cukup dijelaskan dalam pasal 49 bagaimana ketentuan pidana dalam Undang-Undang Perbankan. Penanganan perkara korupsi sering dilakukan dengan menggunakan dasar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Korupsi yang merumuskan tindak pidana korupsi sebagai delik formil. Keberlakuan asas lex spesialis sistematik terhadap undang-undang tindak pidana korupsi di kegiatan usaha perbankan asas Lex Specialis Systematis (Asas kekhususan yang sistematis) jadi tidak relevan setiap perbuatan yang mengakibatkan kerugian Negara (jikalau itu ada) yang diatur sendiri dalam undang-undang Administrative yang bersanksi pidana yang mengatur juga tentang kerugian yang ditimbulkan dijerat oleh Tindak Pidana Korupsi, Berlaku pula dalam Undang-Undang Perbankan. Jika unsur-unsur perbuatan pidana yang dilakukan telah diatur dalam ketentuan pidana berdasarkan pasal-pasal pada Undang-Undang Perbankan, maka ketentuan sanksi pidana dalam undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak perlu lagi diterapkan, cukup dengan sanksi Pidana berdasarkan Undang-undang Perbankan karena sanksi pidananya sudah diatur secara sendiri. Penerapan Pasal 49 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dalam mengatasi tindak pidana korupsi kegiatan usaha perbankan yakni, membuat, Menghilangkan atau tidak memasukkan, Mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan kegiatan usaha, laporan transaksi, mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut terhadap perbuatan pidana perbankan dapat dikenakan delik pidana tertentu. Dalam praktek, tindak pidana tertentu yang sering terjadi di lingkungan usaha perbankan sering sekali dianalogikan sebagai tindak pidana korupsi.
Disarankan kepada pemerintah agar mengatur lebih jelas pengkhusussan norma yang terdapat dalam undang-undang secara teknis yang dapat diterapkan oleh aparat penegak hukum, agar dapat dengan jelas pengkualifikasian norma hukum yang terdapat didalamnya, dan diharapkan kepada penegak hukum dapat dengan jeli melihat keberlakuan norma hukum yang agar tifdak mengenyampingkan norma-norma hukum yang sifatnya spesialis, dengan membandingkan unsur unsur pasal yang sama-sama sifatnya itu khusus.
Kata Kunci: Tindak Pidana Korupsi, Perbankan, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.
Banking is an intermediary financial institution that collects and distributes public funds. In carrying out their functions, banks can carry out various business activities, including fundraising, lending, and other activities. Criminal acts related to bank business activities are regulated in Article 49 paragraph (1) of Law no. 10 Year 1998 on Banking. It stipulated that if a bank violates criminal provisions in the implementation of its business activities such as changing, obscuring, hiding, deleting, or eliminating the existence of a record in the books or reports, as well as in documents or reports on business activities, transaction reports or accounts from a bank, or intentionally altering, obscuring, eliminating, hiding or damaging the bookkeeping records, shall be punished with imprisonment of at least 5 (five) years and a maximum of 15 (fifteen) years and a fine of at least Rp.10,000,000,000 (ten billion rupiahs) and a maximum of Rp.200,000,000,000 (two hundred billion rupiahs). However, in practice, the enforcement of banking crimes is based on Article 2 paragraph (1) of Law Number 20 of 2001 concerning Amendments to Law Number 31 of 1999 on Corruption which explains that a corruptor is anyone who unlawfully commits a crime. The act of enriching oneself or another person or a corporation can harm state finances or the state economy. This study aims to analyze whether criminal acts of business activities of a bank can be qualified as acts of corruption that cause state losses. Then how is applying the systematic lex specialist principle to the banking law in banking business activities, and what are the elements of Article 49 of Law Number 10 of 1998 concerning Banking in dealing with criminal acts of banking business activities. The research method in writing this thesis is normative juridical research, namely research that prioritizes applicable norms with a statutory and conceptual approach. Legal materials are obtained by tracing several types of legal materials, namely primary, secondary and tertiary legal materials. The data collection method used in writing this thesis is library research. The research analysis was carried out prescriptively, that is, recommending, not stating what it is. The results of this study indicate that the criminal act of business activities of a bank cannot be qualified as an act of corruption that causes state losses due to capital participation by the State in the form of separated state assets. When the State includes its capital in the form of shares to a state-owned commercial bank, then the wealth becomes the assets of the state-owned commercial bank and does not become the wealth of the State. In the case of a banking crime related to business activities, it is sufficient to explain in article 49 how the criminal provisions in the Banking Law are. The handling of corruption cases is often carried out based on Article 2 paragraph (1) and Article 3 of the Corruption Law, which defines corruption as a formal offense. The application of the Lex Specialis Systematic principle (Special Systematical Principle) to the law on criminal acts of corruption in banking business activities is irrelevant because every act that causes state losses (if any) is regulated by administrative law with criminal sanctions. And it also regulates the losses incurred, ensnared by the Criminal Act of Corruption, and applies to the Banking Law. Suppose the elements of the criminal act committed have been regulated in criminal provisions based on articles in the Banking Law. In that case, the provisions of criminal sanctions in the Corruption Act do not need to be applied. It is enough with criminal sanctions based on the Banking Law because the criminal sanctions have been regulated separately. The application of Article 49 of Law Number 10 of 1998 concerning Banking in dealing with criminal acts of corruption explains that if a bank's business activities carry out actions such as making, eliminating or not entering, changing, obscuring, hiding, deleting, or eliminating the existence of a record in the books of account or a business activity report, transaction report, obscuring, eliminating, hiding or damaging the bookkeeping records may be subject to certain criminal offenses. In practice, specific criminal acts that often occur in the banking business environment are often analogized as criminal acts of corruption. To be easily applied by law enforcement officers, it is recommended that the government clarify the technical specialization of norms contained in the law to become clear on the qualifications of legal norms contained in the law. It is also hoped that law enforcers can be observant in seeing which legal norms apply so as not to rule out legal norms that are specialist in nature. This can be done by comparing the equally special elements of the article. So that what has been stated in the law can provide benefits as aspired. Keyword: Corruption Act, Banking, Law no. 10 Year 1998 on Banking.
PENERAPAN UNDANG-UNDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI TERHADAP KEJAHATAN DIBIDANG PERBANKAN (Syahril, 2017)
TINDAK PIDANA KORUPSI PERBANKAN DITINJAU MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERBANKAN (MUHAMMAD RESA MAHZA, 2022)
PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERBANKAN (SUATU PENELITIAN DI DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KHUSUS POLDA ACEH) (ZULFIKAR, 2015)
KAJIAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PERPAJAKAN YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA KORUPSI (FATHURRAHMAN ALTHAF, 2019)
ANALISIS YURIDIS PERBANDINGAN TINDAK PIDANA TERHADAP PROSES PERADILAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1946 DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2023 (Ghazi Al - Aqsha, 2025)