Electronic Theses and Dissertation
Universitas Syiah Kuala
SKRIPSI
PENERAPAN PEMBUKTIAN TERBALIK (OMKERING VAN BEWISJLAST) TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI
Pengarang
ALFATIH RIZKHA - Personal Name;
Dosen Pembimbing
Adi Hermansyah - 198304302009121002 - Dosen Pembimbing I
Nomor Pokok Mahasiswa
1603101010343
Fakultas & Prodi
Fakultas Hukum / Ilmu Hukum (S1) / PDDIKTI : 74201
Subject
Penerbit
Banda Aceh : Fakultas Hukum., 2021
Bahasa
Indonesia
No Classification
345.023 23
Literature Searching Service
Hard copy atau foto copy dari buku ini dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan hubungi via telegram (Chat Services LSS)
ABSTRAK
Alfatih Rizkha, 2021
PENERAPAN PEMBUKTIAN TERBALIK (OMKERING VAN HET BEWIJSLAST) TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI
Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (v, 64), pp., tabl., bibl.
Adi Hermansyah, S.H., M.H. Pasal 37 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan bahwa terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi, khususnya perbuatan gratifikasi. Namun, pada kenyataanya penerapan pembuktian terbalik ini tidak digunakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri
Padang walaupun aturan menghendaki untuk melakukan perbuatan tersebut.
Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk menjelaskan seberapa pentingnya penerapan pembuktian terbalik terhadap tindak piana korupsi dan penerapan pembuktian terbalik pada pengadilan tindak pidana korupsi Padang.
Data diperoleh melalui penelitian yuridis normatif. Penelitian ini menggunakan data kepustakaan yang diperoleh seperti buku teks, teori, peraturan perundang-undangan dan data lapangan diperoleh secara lansung dari hasil penelitian lapangan, baik melalui wawancara dengan responden.
Hasil penelitian menjelaskan bahwa penerapan sistem pembuktian terbalik pada tindak pidana korupsi di atur dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dirasa perlu untuk dilakukan dalam membuktikan gratifikasi dan suap, tata cara melakukan pembuktian terbalik tidak ada aturan khusus tertentu yang secara eksplisit mengatur mengenai tata cara bagaimana pembuktian terbalik dilakukan secara terstruktur, sehingga yang terjadi pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Padang pada saat sidang pembuktian terdakwa membenarkan dan tidak membantah atas alat bukti yang dihadirkan sehingga hal tersebut menjadi pertimbangan hakim dalam memutuskan suatu putusan. Pembuktian terbalik yang dilakukan bukan perkara yang mudah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Padang, dimana terdakwa tidak mempergunakan haknya untuk melakukan pembuktian terbalik dan hal itu merupakan hak dari terdakwa namun bisa tidak digunakan.
Disarankan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Padang melakukan sosialisasi hukum yang mendalam serta berkesinambungan mengenai sistem pembuktian terbalik kepada para penegak hukum dan masyarakat sehingga dapat memahami mengenai pembuktian terbalik dan melakukan pelatihan khusus dilingkup penyidik, jaksa dan hakim dalam penerapan sistem pembuktian terbalik diberbagai pasal- pasal tindak pidana korupsi, supaya sistem ini dapat dilaksanakan secara profesional dan juga efektif dalam mempermudah proses pembutkian perkara tindak pidana korupsi.
Tidak Tersedia Deskripsi
PENERAPAN PEMBUKTIAN TERBALIK (OMKERING VAN BEWISJLAST) TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI (ALFATIH RIZKHA, 2021)
STUDI KOMPARATIF TERHADAP SISTEM PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA KORUPSI DI INDONESIA DAN SINGAPURA (Cut Rizka Rahmah, 2016)
STUDI KASUS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI NOMOR:27/PID- TIPIKOR/2012/PT-BNA TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI (RIZKI SEPTIMAULINA, 2014)
KEDUDUKAN MOTIF SEBAGAI UNSUR DI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI POSITION MOTIVES AS AN ELEMENT IN CRIMINAL ACTS OF CORRUPTION (M. Iqbal Nur Raziq, 2020)
PENYITAAN ASET PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH KEJAKSAAN TINGGI ACEH SEBAGAI UPAYA PENGEMBALIAN KERUGIAN NEGARA (Boby Amanda, 2020)