Electronic Theses and Dissertation
Universitas Syiah Kuala
NULL
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMILIK TANAH DARI AKTA JUAL BELI TANAH PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH YANG BATAL DEMI HUKUM OLEH PUTUSAN PENGADILAN
Pengarang
Muhammad Rizky - Personal Name;
Dosen Pembimbing
Nomor Pokok Mahasiswa
1803202010001
Fakultas & Prodi
Fakultas Hukum / Kenotariatan (S2) / PDDIKTI : 74102
Subject
Penerbit
Banda Aceh : Universitas Syiah Kuala., 2021
Bahasa
Indonesia
No Classification
346.043
Literature Searching Service
Hard copy atau foto copy dari buku ini dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan hubungi via telegram (Chat Services LSS)
Kewenangan PPAT dalam membuat akta jual beli tanah harus memperhatikan ketentuan Pasal 22 PP No. 37 Tahun 1998 bahwa : akta PPAT harus dibacakan/dijelaskan kepada para pihak dengan dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi sebelum ditandatangani seketika itu juga oleh para pihak, saksi-saksi dan PPAT. Dalam prakteknya, putusan Pengadilan Negeri Ungaran No.80/Pdt.G/2015/PN.Unr, akta jual beli tanah PPAT tidak ditandatangani oleh pemilik tanah dan dalam putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang No.35/Pdt.G/2015/PN.Tjk, pemilik sah sertifikat tanah atas harta bersama tidak terdapat surat persetujuan istri yang berhak dalam akta jual beli tanah. Atas dasar tersebut, para pihak terkait mengajukan pembatalan atas lahirnya akta jual beli tanah, agar perjanjian tersebut batal demi hukum.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perlindungan hukum bagi pemilik tanah dalam akta jual beli tanah PPAT yang batal demi hukum oleh putusan pengadilan, menganalisis tanggung jawab PPAT terhadap akta jual beli tanah yang batal demi hukum oleh putusan pengadilan, dan untuk menjelaskan upaya hukum yang dapat ditempuh oleh pihak yang tidak menerima akta jual beli tanah yang batal demi hukum oleh putusan pengadilan.
Penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Sumber bahan hukum dalam penelitian adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier dan data primer dalam bentuk wawancara sebagai data pendukung, dianalisis secara kualitatif dan ditarik kesimpulan secara induktif.
Hasil penelitian menunjukkan sebagai berikut. Pertama, perlindungan hukum bagi pemilik tanah dengan membuktikan kepemilikian sertifikat berdasarkan analisis riwayat tanah dengan bukti yang nyata, dan adanya penyelidikan terhadap riwayat tanah sebelum sertifikat diterbitkan. Kedua, tanggung jawab yang diminta kepada PPAT bukan hanya tanggung jawab terhadap akta tetapi dalam arti luas yaitu pertanggungjawaban pada saat akta berlangsung dan pertanggungjawaban pada saat pasca penandatanganan akta. Untuk itu PPAT harus dengan cermat dan benar dalam memproses tahapan pembuatan akta jual beli tanah baik dalam syarat formil dan syarat materil. Untuk PPAT harus membuktikan bahwa akta tersebut benar dibuat di hadapannya. Apabila tidak bisa membuktikan bahwa akta tersebut benar dibuat dihadapan PPAT, maka syarat sah perjanjian tidak terpenuhi, melanggar peraturan perundang-undangan. Dalam mempertanggungjawabkan perbuatannya PPAT dapat bertanggung jawab secara perdata, pidana, dan administratif sesuai dengan pelanggaran yang diperbuatnya. Ketiga, upaya hukum yang dapat ditempuh, berupa pengajuan gugatan ke Pengadilan Negeri, apabila belum puas dengan putusan dapat diajukan sampai Mahkamah Agung, dan upaya hukum lainnya yaitu peninjauan kembali namun harus mempunyai bukti baru yang belum pernah ada di ajukan dalam persidangan sebelumnya.
Penelitian ini merekomendasikan sebagai berikut. Pertama, disarankan kepada kantor pertanahan untuk membuat suatu aplikasi online atau website yang bisa bekerja sama dengan PPAT untuk melakukan cek sertifikat pemilik tanah dengan riwayat kepemilikan tanah sertifikat untuk mempermudah kerja dan pengecekan syarat formil dan syarat materil sertifikat sebelum pembuatan akta jual beli tanah. Kedua, disarankan kepada PPAT untuk setiap pembuatan akta mengarsipkan foto tanda tangan para pihak. Untuk proses penyidikan terhadap PPAT hendaknya majelis pembina dan pengawas PPAT serta IPPAT memiliki kewenangan seperti Majelis Kehormatan Notaris. Proses penyidikan hanya dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Majelis Kehormatan Notaris. Ketiga, disarankan kepada Legislatif untuk membentuk Undang-Undang jabatan PPAT dan diharapkan terdapat peradilan khusus pertanahan.
Kata Kunci : Akta Jual Beli Tanah, Batal Demi Hukum, Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Tidak Tersedia Deskripsi
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMILIK TANAH DARI AKTA JUAL BELI TANAH PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH YANG BATAL DEMI HUKUM OLEH PUTUSAN PENGADILAN (Muhammad Rizky, 2021)
TANGGUNG JAWAB PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH TERHADAP AKTA JUAL BELI YANG CACAT HUKUM (IMAM SURYA SAPUTRA, 2020)
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMBELI AKIBAT KESALAHAN PPAT DALAM PEMBUATAN AKTA JUAL BELI (FAJRIATUL TIVANI HARIDHY, 2019)
PERTANGGUNGJAWABAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH TERHADAP AKTA JUAL BELI ATAS TANAH YANG DIBATALKAN OLEH PENGADILAN (Amira Fadlita, 2023)
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PARA PIHAK DALAM PEMBUATAN AKTA AUTENTIK YANG DILAKUKAN OLEH PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (Julian Triansyah, 2022)