Electronic Theses and Dissertation
Universitas Syiah Kuala
NULL
PEMBERIAN RESTITUSI SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN KORBAN DALAM TINDAK PIDANA PENCABULAN (SUATU PENELITIAN DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI JANTHO)
Pengarang
MUHAMMAD NUZULUL RIZQI - Personal Name;
Dosen Pembimbing
Nomor Pokok Mahasiswa
1503101010200
Fakultas & Prodi
Fakultas Hukum / Ilmu Hukum (S1) / PDDIKTI : 74201
Subject
Kata Kunci
Penerbit
Banda Aceh : Universitas Syiah Kuala., 2021
Bahasa
Indonesia
No Classification
-
Literature Searching Service
Hard copy atau foto copy dari buku ini dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan hubungi via telegram (Chat Services LSS)
ABSTRAK
MUHAMMAD NUZULUL
RIZQI,
(2021)
PEMBERIAN RESTITUSI SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN KORBAN DALAM TINDAK PIDANA PENCABULAN (Suatu Penelitian di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Jantho)
Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
(vii, 62) pp.,bibl.,tabl.,app.
(Nursiti, S.H., M.Hum.)
Pengajuan restitusi terhadap korban diatur dalam Pasal 19 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi dan Bantuan Kepada Saksi dan Korban. Pasal 8 ayat (2) PERMA Nomor 3 Tahun 2017 tentang pedoman mengadili perkara perempuan berhadapan dengan hukum juga dijelaskan bahwa hakim memiliki kewenangan untuk memberitahu kepada korban tentang hak nya untuk melakukan penggabungan perkara sesuai dengan pasal 98 KUHAP. Walaupun KUHP dan PP Restitusi sudah mengatur secara jelas tentang hak restitusi bagi korban tindak pidana kesusilaan, namun pemberian restitusi terhadap korban pencabulan masih belum terlaksana di wilayah Pengadilan Negeri Jantho.
Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk menjelaskan faktor penyebab korban tindak pidana pencabulan tidak melakukan pengajuan restitusi, menjelaskan peranan aparat penegak hukum dalam upaya pemenuhan hak restitusi bagi korban tindak pidana pencabulan dan menjelaskan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman ringan kepada pelaku tindak pidana pencabulan.
Penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris. Data diperoleh dari penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Analisis data menggunakan metode kualitatif untuk mengorganisasikan hasil yang mudah dipahami dalam menjawab persoalan penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penyebab tidak diajukannya permohonan restitusi adalah tidak adanya lembaga pendamping yang berperan mendampingi korban tindak pidana pencabulan dan kurangnya pengetahuan tentang hak restitusi dari pihak korban dan/atau pihak keluarga korban serta tidak adanya pemberitahuan oleh aparat penegak hukum. Aparat penegak hukum tidak berperan dalam upaya pemenuhan hak restitusi bagi korban tindak pidana pencabulan, hanya berfokus kepada sanksi pidana yang akan diberikan kepada pelaku tindak pidana pencabulan, hakim pengadilan Negeri Jantho juga mengalami hambatan,bahwa pihak korban tidak melampirkan hasil Visum Et Repertum Psikatrikum. sehingga hakim tidak memiliki nilai ukur terhadap psikis korban tindak pidana pencabulan.
Disarankan kepada aparat penegak hukum memiliki sikap responsif terkait pemenuhan hak restitusi korban tindak pidana pencabulan kemudian menyusun panduan/pedoman besaran tuntutan kerugian korban dan hakim perpedoman pada PERMA nomor 3 tahun 2017 serta mempertimbangkan dampak psikis dari korban bukan hanya dari dampak fisik saja.
Tidak Tersedia Deskripsi
PEMENUHAN HAK RESTITUSI TERHADAP ANAK KORBAN TINDAK PIDANA PELECEHAN SEKSUAL (SUATU PENELITIAN DI PENGADILAN NEGERI BANDA ACEH) (KHARISMA SAFRINA, 2021)
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI RESTITUSI (Khairul Umam Syamsuyar, 2024)
IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PENCABULAN ANAK DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI TAKENGON (Alyani Maulida, 2018)
UPAYA PEMBERIAN RESTITUSI TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG MENYEBABKAN LUKA BERAT (SUATU PENELITIAN DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI BANDA ACEH) (Rino Alfian, 2021)
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN (SUATU PENELITIAN DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI SINGKIL) (IRMA DEWI NINGSIH BERUTU, 2019)