Electronic Theses and Dissertation
Universitas Syiah Kuala
NULL
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG HAK MILIK ATAS TANAH DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM
Pengarang
RAHMAT FARHAN - Personal Name;
Dosen Pembimbing
Nomor Pokok Mahasiswa
1609202010029
Fakultas & Prodi
Fakultas / / PDDIKTI :
Subject
Penerbit
Banda Aceh : Universitas Syiah Kuala., 2021
Bahasa
Indonesia
No Classification
346.043
Literature Searching Service
Hard copy atau foto copy dari buku ini dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan hubungi via telegram (Chat Services LSS)
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG HAK MILIK _ ATAS TANAH DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN
UMUM
Rahmat Farhan1, Suhaimi2, Teuku Muttaqin Mansur3
ABSTRAK
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Negara Republik Indonesia telah memberikan landasan sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (3) bahwa bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besamya untuk kemakmuran rakyat. Dasar hukum pengadaan tanah untuk kepentingan umum dicantumkan dalam Pasal 18 UUPA yaitu, Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan Undang-undang. Dalam Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 12 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, yang dimaksud dengan pengadaan tanah adalah kegiatan penyediaan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak. Sesuai konsepsi hukum tanah nasional, pada prinsipnya perolehan tanah harus dengan cara musyawarah. Dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum harus terdapat keseimbangan antara kepentingan perseorangan dan kepentingan umum. Perlindungan hukum dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum, secara garis besar dapat diartikan sebagai penghormatan terhadap hak-hak perorangan atas tanah. Dalam pelaksanaannya beberapa kasus pengadaan tanah yang menunjukkan prinsip asas kesepakatan dan keadilan belum dilaksanakan atau diterapkan dengan baik oleh pemerintah dalam pengadaan tanah.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis, penerapan asas kesepakatan dan keadilan yang berdasarkan ketentuan perundang- undangan kepada pemegang hak milik atas tanah pada pengadaan tanah untuk kepentingan umum, dan menganalisis upaya perlindungan hukum terhadap para pihak yang mempunyai hak milik atas tanah pada pengadaan tanah untuk kepentingan umum.
Metode Penelitian ini menggunakan penelitian hukum yuridis normatif, yang dikajian berdasarkan teori-teori hukum dan dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sumber data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan penelitian pustaka. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Data dikumpulkan melalui penelitian kepustakaan (library research) data kemudian dianalisis dengan cara analisis kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, penerapan asas kesepakatan dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum sangat terbatas untuk dapat diterapkan
karena dimungkinkan dengan adanya ketentuan penitipan ganti kerugian di Pengadilan sebelum terjadi kesepakatan. Pelaksaan proses musyawarah untuk mencapai kesepakatan tidak beijalan dengan optimal dan efektif, karena hasil penilaian penilai besamya ganti kerugian bersifat final hanya ada pilihan setuju dan tidak setuju, sehingga tidak memenuhi substansi dari musyawarah. Hal ini dalam penerapannya telah melanggar prinsip musyawarah mufakat dan prinsip penghormatan terhadap pemegang hak atas tanah. Untuk mengoptimalkan dan efektif proses musyawarah diperlukan untuk dilakukannya proses mediasi. Dalam pelaksananya pengadaan tanah untuk kepentingan umum lebih mengutamakan asas manfaat dari pada asas hak. pelaksanaan pembebasan tanah yang dilakukan oleh pemerintah atau pihak yang terkait terhadap tanah masyarakat hanya melihat dari sisi kemanfaatan untuk orang banyak, ukuran adil dan tidak adil tergantung dari seberapa besar manfaat yang diberikan untuk orang banyak dengan mengabaikan kepentingan sebagian orang. Bahwa ketentuan Pasal 42 UU No. 2 Tahun 2012, yang membolehkan penitipan ganti kerugian di Pengadilan jika tidak ada kesepakatan dalam proses musyawarah merupakan pemaksaan kehendak secara sepihak. Hasil penilaian oleh penilai pertanahan dalam UU tersebut tidak dijelaskan kedudukannya apakah merupakan hasil yang sudah tetap tidak bisa berubah atau masih bisa berubah ketika dilakukan musyawarah dengan pihak yang berhak. Hal ini akan menimbulkan multitafsir dalam pelaksanaannya, dikarenakan tidak ada kepastian hukum dalam ketentuan Pasal tersebut. Penitipan ganti kerugian bertentangan dengan prinsip kesepakatan dan penghormatan terhadap pemegang hak atas tanah. Hal ini merupakan perbuatan yang tidak sah dan bisa dikualifikasikan sebagai perbuatan melanggar hukum.
Disarankan kepada lembaga legislatif dan eksekutif hendaknya membuat ketentuan-ketentuan dalam UU maupun dalam peraturan pelaksananya yang lebih rinci dan tidak menimbulkan multi tafsir, sehingga akan tercapainya keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan. Kepada lembaga Peradilan disarankan untuk mengoptimalkan dan efektif proses musyawarah untuk mencapai kesepakatan dengan mengupayakan prosedur mediasi yang seperti halnya penyelesaian perkara perdata lainnya.
Kata Kunci: Pengadaan Tanah Asas, Kesepakatan, Asas Keadilan, Perlindungan Hukum.
1 Mahasiswa Prodi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Unsyiah
2 Pembimbing Utama, Fakultas Hukum Unsyiah
’ Pembimbing Pendamping, Fakultas Hukum Unsyiah
THE LEGAL PROTECTION FOR THE OWNER OF PROPRIETARY RIGHTS IN LAND PROCUREMENT FOR PUBLIC UTILITY
CONSTRACTION
1 * .7 "5
Rahmat Farhan , Suhaimi , Teuku Muttaqin Mansur
ABSTRACT
There are two legal basis regarding land procurement for public utilities construction in Indonesia; The Constitution of the Republic of Indonesia of 1945 or Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45), and the Basic Agrarian Law Act or Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) 2012. According to the article 33, and section 3 in The Constitution of the Republic of Indonesia the Basic Agrarian Law Act, 1945 (UUD 1945), the land and waters as well as the natural riches therein are to be controlled by the state and to be exploited to the greatest benefit of the people. The procurement of land is also regulated in UUPA 2012 (Undang-undang Pokok Agaria, or the Basic Agrarian Law Act). The article 1, section 2 states that land procurement is an activity to provide land by giving an adequate and fair indemnity to the entitled party. Therefore, the procedures of all activities regarding the procurement should be based on dialogic communication or discussion between interested parties in order to achieve understanding and consensus in the planning of land procurement and also to provide an equal right for both individual and public interest. However, in some cases, the governments are failed to apply both justice and consensus principles into their verdict.
This study aims to analyze the legal protection and the application of justice and consensus principles based on Indonesian regulations towards the owner of proprietary rights in land procurement for public utilities construction.
This study uses a Normative legal method to examine theories and their relations to the relevant Indonesian constitutions regarding land procurement. The sources of data are collected through library research, and indonesian primary, secondary, and tertiary law materials and analized by using a qualitative method.
The result of the study shows that the the application of consensus principles in land procurement for public utilities construction is limited due to the payment of the indemnity deposit to the court prior to the agreement. In addition, dialogic communication or discussion between interested parties in order to achieve understanding and consensus seems to be unsuccessful as the court has determined the amount of indemnity deposit that leaves the owner of land with no other options but 'yes' or 'no'. The reason behind this is that the public utilites should come as the top priority with all costs over the individual rights and interests. Therefore, the aquisation of land by government tends to be unfair and unjusticed. Furthermore, according the law of the Republic of Indonesia Number 2 of 2012 concerning Aquisation of land for development in the public interest, if the Entitled Parties reject the form and/or the amount of compensation under the
result of negotiation as intended by Article 37, or a decision of the district court/the Supreme Court as intended by Article 38, the compensation shall be deposited with the local district court. Unfortunately, this constitution has not clearly stated if the apraisal of the indemnity deposit can be renewed after the agreement among those involved has met, and as a consequance, a misuderstanding might occur . Therefore, the deposit of indemnity is illegal and potentialy qualified as an offense againts the law.
All in all, it is sugested that, in the future, legislative and executive bodies could produce clear and detailed constitutions concerning aquisation and procurement of land for development in the public interest to prevent multi interpretations among those involved in the process, and to provide certainty and fairness in the application of the law. In addition, the judiciary bodies could be mediators optimizing the dialogic communication or discussion between interested parties in order to achieve understanding and consensus in the planning of land procurement.
Keywords: Land procurement, principles of justice, consensus principles based, legal protection.
1 The Student of Magister of Notary Law, Law Faculty of Unsyiah
2 Supervisor I, Law Faculty of Unsyiah
3 Supervisor II, Law Faculty of Unsyiah
Tidak Tersedia Deskripsi
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMILIK TANAH YANG MENGUASAI TANAH TANPA SERTIFIKAT DALAM PROSES PENGADAAN TANAH UNTUK JALAN TOL SIGLI-BANDA ACEH (SUATU PENELITIAN DI KABUPATEN ACEH BESAR) (Muhammad Antoni, 2022)
KEDUDUKAN PEMBUKTIAN TERHADAP TANAH DENGAN STATUS GIRIK (Natasha Sr, 2023)
PENITIPAN GANTI KERUGIAN DALAM PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DITINJAU DARI AJARAN HAK ASASI MANUSIA (M. NIZWAR, 2024)
PELAKSANAAN GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN FLY OVER PANGOE DI KABUPATEN ACEH BESAR (FAHLEVI KHADDOMI, 2018)
KEWENANGAN PEMERINTAH ACEH DALAM PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM (Surya Denta, 2022)