Electronic Theses and Dissertation
Universitas Syiah Kuala
NULL
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEDUDUKAN SAKSI PELAKU (JUSTICE COLLABORATOR) DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA
Pengarang
AGUNG HIDAYATULLAH - Personal Name;
Dosen Pembimbing
Nomor Pokok Mahasiswa
1303101010349
Fakultas & Prodi
Fakultas Hukum / Ilmu Hukum (S1) / PDDIKTI : 74201
Subject
Kata Kunci
Penerbit
Banda Aceh : Universitas Syiah Kuala., 2018
Bahasa
Indonesia
No Classification
-
Literature Searching Service
Hard copy atau foto copy dari buku ini dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan hubungi via telegram (Chat Services LSS)
ABSTRAK
Agung Hidayatullah,
2018
Adi Hermansyah, S.H., M.H.
Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistle Blower) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator) di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu. Justice collaborator adalah seorang saksi, yang juga merupakan pelaku, namun mau bekerja sama dengan penegak hukum dalam rangka membongkar suatu perkara pidana tertentu termasuk kasus narkotika. Namun perlindungan justice collaborator untuk membongkar dugaan tindak pidana narkotika masih relatif rendah di Indonesia.
Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan pengaturan kedudukan saksi pelaku (justice collaborator) dalam tindak pidana narkotika di Indonesia dan bentuk ideal perlindungan hukum saksi pelaku (Justice Collaborator) dalam upaya penanggulangan tindak pidana narkotika di Indonesia.
Untuk memperoleh data dalam penulisan skripsi ini dilakukan penelitian kepustakaan (library research) dengan mempelajari Undang-undang, buku-buku, jurnal-jurnal, teori-teori, artikel website, dan tulisan-tulisan ilmiah yang ada hubungannya dengan masalah justice collaborator dan pelanggaran Undang-Undang Narkotika.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedudukan justice collaborator dalam tindak pidana narkotika di Indonesia yaitu ia beserta keluarganya wajib diberi perlindungan oleh Negara dari ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau hartanya, baik sebelum, selama maupun sesudah proses pemeriksaan perkara dan yang bersangkutan merupakan salah satu pelaku tindak pidana tertentu, telah mengakui kejahatan yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut dan memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan. Model ideal perlindungan hukum justice collaborator dalam upaya penanggulangan tindak pidana narkotika di Indonesia yaitu dapat menerapkan baik model hak-hak prosedural, model pelayanan, model persuasif, model perlindungan komprehensif, model penjatuhan pidana bersyarat, atau model perlindungan melalui teleconference.
Disarankan model ideal perlindungan hukum bagi justice collaborator dalam upaya penanggulangan tindak pidana narkotika di Indonesia pada masa mendatang hendaknya berorientasi pada model yang beorientasi pada penjatuhan pidana bersyarat dan perlindungan komprehensif dan LPSK memiliki kewenangan yang diperluas atau lembaga baru bersifat mandiri dan independen yang mengatur secara khusus tentang justice collaborator.
Tidak Tersedia Deskripsi
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WHISTLEBLOWER DAN JUSTICE COLLABORATOR DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KORUPSI (Muhammad Zaky Naufal, 2023)
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENETAPAN SAKSI PELAKU YANG BEKERJASAMA (JUSTICE COLLABORATOR) DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA (SAFNIL HADISARA PARINDURI, 2021)
KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TENTANG PENERAPAN SANKSI TERHADAP SAKSI PELAKU YANG BEKERJASAMA DENGAN PENEGAK HUKUM DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI (MUKHLIS, 2025)
PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE TERHADAP ANAK YANG DIJADIKAN KURIR DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA (SUATU PENELITIAN DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI BANDA ACEH) (ZIA MAULANA, 2021)
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA (SUATU PENELITIAN DI WILAYAH HUKUM POLRESTA BANDA ACEH) (TRIA HUMAIRA, 2016)