Electronic Theses and Dissertation

Indonesia mengakui paling tidak dua sistem hukum, yaitu civil law dan islam-ic law, di mana keduanya diakui sudah menjadi hukum positif terutama di Aceh. Pengakuan sistem hukum Islam di Aceh diakui dalam Pasal 18B UUD 1945 dan dua norma hukum di bawahnya, yaitu UU Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penye-lenggaraan Keistimewaan Aceh dan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerinta-han Aceh. Tidak lama kemudian disahkan norma yuridis berupa Qanun Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat. Di sisi lain secara nasional juga disahkan UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP baru pada 2 Januari 2023 yang akan berlaku tiga tahun setelah pengesahan. Kedua norma hukum ini mengatur hal yang sama mengenai jarimah perzinahan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menjelaskan mengenai pengaturan jarimah zina dalam Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Kedua untuk mengetahui mengenai latar belakang jarimah zina dalam Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari library re-search. Sifat atau jenis penelitian ini adalah yuridis normatif. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kualitatif. Data yang digunakan bersifat data sekunder berupa bahan-bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, pengaturan jarimah zina dalam Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 pada awalnya terdapat pro-kontra yang dinilai dapat merugikan nonmuslim dan berpotensi terjadinya pelanggaran hak asasi ma-nusia serta mendiskriminasikan kaum perempuan. Hal serupa juga terjadi dengan UU Nomor 1 Tahun 2023 di mana dianggap mengganggu ranah privasi orang lain. Kedua, pemberlakukan jarimah zina dalam Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 terdapat perbedaan dengan UU Nomor 1 Tahun 2023. Perzinahan dalam Qanun Jinayat sebagai delik biasa, sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 perzinahan adalah delik aduan absolut (klacht delict).

Saat UU Nomor 1 Tahun 2023 berlaku, masyarakat aceh tetap berpedoman kepada Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014. Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 perlu dilakukan revisi atau penyempurnaan agar jarimah yang diberikan sesuai perintah Alquran dan Alhadis serta tetap memperhatikan ijmak ulama dalam pe-nerapan jarimah ta’zir. Jarimah ta’zir harus tetap dikenakan kepada nonmuslim yang berada di wilayah hukum yang melakukan pelanggaran Qanun Jinayat sebagai wujud keadilan hukum.

Indonesia recognizes at least two legal systems, namely civil law and Islamic law, both of which have been acknowledged as positive law, particularly in Aceh. The recognition of the Islamic legal system in Aceh is stipulated in Article 18B of the 1945 Constitution and two subordinate legal norms, namely Law Number 44 of 1999 concerning the Implementation of Aceh’s Special Autonomy and Law Number 11 of 2006 concerning the Governance of Aceh. Shortly thereafter, a juridical norm was enacted in the form of Qanun Number 6 of 2014 concerning Jinayat Law. On the other hand, at the national level, Law Number 1 of 2023 concerning the new Criminal Code (KUHP) was also enacted on January 2, 2023, and is set to take effect three years after its enactment. Both legal norms regulate the same issue regarding the criminal act of adultery (jarimah zina). This research aims to examine and explain the regulation of jarimah zina in Qanun Aceh Number 6 of 2014 on Jinayat Law and Law Number 1 of 2023 on the Criminal Code. Secondly, it aims to explore the background of the jarimah zina provisions in both Qanun Aceh Number 6 of 2014 and Law Number 1 of 2023. The data used in this research were obtained through library research. The nature or type of this research is normative juridical. The data collected were analyzed using a descriptive qualitative approach. The data used are secondary data, consisting of primary, secondary, and tertiary legal materials. The findings show that, firstly, the regulation of jarimah zina in Qanun Aceh Number 6 of 2014 initially sparked controversy, with concerns that it could disadvantage non-Muslims, potentially lead to human rights violations, and discriminate against women. Similar concerns were raised with Law Number 1 of 2023, which was considered to interfere with individuals' privacy. Secondly, there is a difference in how jarimah zina is treated under the two laws. In the Qanun Jinayat, adultery is treated as a general offense (delik biasa), while in Law Number 1 of 2023, it is considered a complaint-based offense (klacht delict), meaning it can only be prosecuted upon a formal complaint. Once Law Number 1 of 2023 comes into effect, the people of Aceh will continue to refer to Qanun Aceh Number 6 of 2014. It is suggested that Qanun Aceh Number 6 of 2014 should be revised or refined so that the punishment for jarimah aligns with the teachings of the Qur’an and Hadith, while also considering the consensus of Islamic scholars (ijma’ ulama) in implementing ta'zir punishments. Jarimah ta’zir should still be applied to non-Muslims within the jurisdiction if they violate the provisions of the Qanun Jinayat, as a form of legal justice.