Electronic Theses and Dissertation

Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Aceh merupakan salah satu DAS penting bagi penduduk Kabupaten Aceh Besar dan Kota Banda Aceh. Oleh karena itu DAS tersebut harus dijaga dan dirawat secara berkala. Kondisi fisik DAS ini dapat memberikan dampak lingkungan terhadap kawasan sekitarnya, jika tidak dilakukan pengelolaan yang sesuai. Salah satu kondisi fisik yang memiliki peran penting dalam pengelolaan DAS ini adalah pola aliran. Pola aliran sungai merupakan gerak arus aliran air sungai dan anak sungai yang menggambarkan bagaimana atau ke mana air mengalir yang akhirnya bermuara ke laut. Pola aliran ini dapat mempengaruhi efesiensi sistem drainase serta karakteristik hidrografis pada kawasan tersebut. Selain itu pola aliran juga dapat membantu memahami kondisi tanah permukaan pada kawasan tersebut khususnya potensi erosi. Keterkaitan antara pola aliran dan kondisi permukaan tanah umunya dilihat dari sedimentasi atau bahan endapan yang ada di kawasan tersebut. Perbedaan bahan endapan pada daerah hilir dapat terjadi karena bahan endapan yang dibawa oleh erosi berbeda, bahan-bahan dengan ukuran kecil umumnya dapat terbawa lebih jauh sedangkan bahan dengan ukuran besar hanya menumpuk di bagian hulu sampai tengah. Bahan endapan yang dibawa oleh erosi ini lama kelamaan akan menumpuk dan terjadinya pembentukan bahan induk tanah yang akhirnya akan terjadi pembentukan tanah.
Penelitian ini menggunakan metode spatial analyst hydrology dan analisis deskriptif. Sedangkan data yang digunakan data digital elevation model (DEM) dan beberapa data sekunder seperti peta geologi Banda Aceh dan Aceh Besar shapfile batas administrasi, shapfile batas DAS Krueng Aceh, shapfile kemiringan lereng, shapfile ketinggian tempat pada kawasan DAS Krueng Aceh, dan shapefile jaringan sungai Krueng Aceh sebagai informasi pendukung untuk mengetahui jenis pola aliran yang dimiliki setiap sub-DAS Krueng Aceh. Metode spatial analyst hidrology merupakan salah satu metode yang dapat menggambarkan kondisi hidrologi pada data DEM dengan menggunakan tools stream to features untuk menghasilkan jaringan sungai dalam bentuk raster. Analisis deskriptif jenis pola aliran tiap sub-DAS didasarkan pada dokumen pedoman pengelolaan DAS yang di keluarkan oleh Kementerian Kehutanan, Direktorat Jendral Bina Pengelolaan Daerah Aliran Aungai dan Perhutanan Sosial Nomor P.3/V-SET/2013.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa DAS Krueng Aceh memiliki pola aliran sungai campuran yaitu dendritik dan paralel, namun lebih didominasi oleh pola dendritik. Pola dendritik tersebar pada 6 sub-DAS bagian tengah dan hilir, yaitu sub-DAS Krueng Keumirue, sub-DAS Krueng Seulimuem, sub-DAS Krueng Jreue sub-DAS Krueng Aneuk, sub-DAS Krueng Khea, dan sub-DAS Krueng Aceh Hilir. Sedangkan pola paralel terbentuk pada di 3 bagian sub-DAS, yaitu di bagian bawah sub-DAS Krueng Seulimuem, bagian bawah sub-DAS Krueng Keumireu, dan sub-DAS Krueng Inong. Pola dendritik umunya memiliki ciri-ciri bentuknya seperti cabang pohon dimana anak sungai menyambung ke sungai utama dengan sudut yang beragam, sedangkan pola paralel memiliki ciri anak sungai menyambung ke sungai utama dengan sudut lancip dan dipengaruhi oleh struktur geologi. Pola dendritik biasanya berkembang pada kawasan yang memiliki jenis batuan homogen dengan ketinggian tempat yang relatif rendah. DAS Krueng Aceh juga dilewati oleh sesar atau patahan besar jika dilihat berdasarkan struktur geologi. Kedua kondisi ini menjadi salah satu penyebab terbentuknya 2 pola aliran pada DAS Krueng Aceh.

The Krueng Aceh River Basin (DAS) is one of the important DAS for the residents of Aceh Besar Regency and Banda Aceh City. Therefore, the DAS must be maintained and cared for regularly. The physical condition of this DAS can have an environmental impact on the surrounding area, if not managed properly. One of the physical conditions that plays an important role in the management of this DAS is the flow pattern. The river flow pattern is the movement of the flow of river water and tributaries that describes how or where the water flows and eventually empties into the sea. This flow pattern can affect the efficiency of the drainage system and the hydrographic characteristics of the area. In addition, the flow pattern can also help understand the condition of the surface soil in the area, especially the potential for erosion. The relationship between flow patterns and surface soil conditions is generally seen from the sedimentation or sediment materials in the area. Differences in sediment materials in downstream areas can occur because the sediment materials carried by erosion are different, materials with small sizes can generally be carried further while materials with large sizes only accumulate in the upstream to middle parts. The sediment materials carried by erosion will accumulate over time and the formation of parent soil material will occur which will eventually result in soil formation. This study uses spatial analyst hydrology and descriptive analysis methods. While the data used are digital elevation model (DEM) data and several secondary data such as geological maps of Banda Aceh and Aceh Besar administrative boundary shapefiles, Krueng Aceh watershed boundary shapefiles, slope gradient shapefiles, elevation shapefiles in the Krueng Aceh watershed area, and Krueng Aceh river network shapefiles as supporting information to determine the type of flow pattern owned by each Krueng Aceh sub-watershed. The spatial analyst hydrology method is one method that can describe hydrological conditions in DEM data using stream to features tools to produce river networks in raster form. Descriptive analysis of the type of flow pattern for each sub-watershed is based on the watershed management guideline document issued by the Ministry of Forestry, Directorate General of Watershed Management and Social Forestry Number P.3 / V-SET / 2013. The results of this study indicate that the Krueng Aceh watershed has a mixed river flow pattern, namely dendritic and parallel, but is more dominated by the dendritic pattern. Dendritic patterns are spread across 6 sub-watersheds in the middle and downstream, namely the Krueng Keumirue sub-watershed, the Krueng Seulimuem sub-watershed, the Krueng Jreue sub-watershed, the Krueng Aneuk sub-watershed, the Krueng Khea sub-watershed, and the Krueng Aceh Hilir sub-watershed. Meanwhile, parallel patterns are formed in 3 parts of the sub-watersheds, namely in the lower part of the Krueng Seulimuem sub-watershed, the lower part of the Krueng Keumireu sub-watershed, and the Krueng Inong sub-watershed. Dendritic patterns generally have characteristics in the form of tree branches where tributaries connect to the main river at various angles, while parallel patterns have characteristics where tributaries connect to the main river at acute angles and are influenced by geological structures. Dendritic patterns usually develop in areas that have homogeneous rock types with relatively low altitudes. The Krueng Aceh watershed is also crossed by large faults or fractures when viewed based on geological structures. These two conditions are one of the causes of the formation of 2 flow patterns in the Krueng Aceh watershed.