Electronic Theses and Dissertation
Universitas Syiah Kuala
DISSERTATION
POTENSI EKSTRAK ETANOL DAUN KELOR (MORINGA OLEIFERA) KAWASAN PEGUNUNGAN DAN PESISIR PANTAI SEBAGAI BAHAN OBAT KUMUR
Pengarang
Muhammad Ichsan - Personal Name;
Dosen Pembimbing
Syahrun Nur - 196712241994031001 - Dosen Pembimbing I
Zaki Mubarak - 195402161981031005 - Dosen Pembimbing I
Cut Soraya - 196612281993121001 - Dosen Pembimbing I
Nomor Pokok Mahasiswa
1809300070010
Fakultas & Prodi
Fakultas Pasca Sarjana / Doktor Matematika dan Aplikasi Sains (S3) / PDDIKTI : 44001
Subject
Kata Kunci
Penerbit
Banda Aceh : Fakultas Pasca Sarjana / Prodi Doktor Matematika dan Aplikasi Sains (S3)., 2025
Bahasa
No Classification
-
Literature Searching Service
Hard copy atau foto copy dari buku ini dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan hubungi via telegram (Chat Services LSS)
RINGKASAN
Daun Kelor (Moringa oleifera) dalam penelitian ini diperoleh dari 2 (dua) lokasi yang berbeda yaitu dari Kawasan Pegunungan Seulawah Agam Kecamatan Lembah Seulawah Kabupaten Aceh Besar dan Kawasan Pesisir yaitu pantai Lhoknga Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Ditinjau dari kondisi lingkungan, tumbuhan kelor mampu tumbuh di daratan tinggi maupun rendah, sehingga sangat mempengaruhi proses fotosintesis dari tumbuhan kelor (Moringa oleifera).
Hasil pengukuran kimia, setiap lokasi menunjukkan adanya karakteristik yang berbeda, yaitu kadar sari larut etanol dan larut air yang dimiliki oleh ekstrak etanol simplisia Daun Kelor lokasi pegunungan lebih besar dibandingkan lokasi pesisir, yaitu masing-masing 44,17 ± 0,61% dan 33, 58 ± 0,23%. Kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam memiliki kemiripan antara lokasi pengunungan dan pesisir. Tetapi lokasi pengunungan menunjukkan sedikit lebih rendah yaitu 2,46 ± 0,23 % (kadar abu total) dan 0,28 ± 0,14 % (kadar abu tidak larut asam) dibandingkan lokasi pesisir yaitu 2,69 ± 0,12 % (kadar abu total) dan 0,37 ± 0,11 % (kadar abu tidak larut asam). Hal ini memberikan gambaran umum terhadap kandungan mineral yang berasal dari simplisia dan ekstrak Daun Kelor. Analisa fitokimia secara kualitatif dilakukan untuk mengetahui komponen/senyawa bioaktif metabolit terpenoid, saponin, flavonoid dan tanin. Terdapat perbedaan kandungan metabolit sekunder antara kawasan pegunungan dan pesisir, yaitu ekstrak etanol simplisia Daun Kelor kawasan pegunungan positif adanya senyawa saponin, sedangkan kawasan pesisir negatif. Senyawa saponin memiliki efek antimikroba untuk mencegah serangan jamur dan melindungi tanaman dari serangga. Hasil uji fitokimia secara kuantitatif dilakukan untuk kadar total flavonoid yang terkandung pada ekstrak etanol simplisia Daun Kelor kawasan pegunungan dan pesisir masing-masing dengan nilai Rf yaitu 0,61 dan 0,52.
Ekstrak etanol simplisia Daun Kelor (Moringa oleifera) yang diperoleh dari Kawasan Pegunungan dan Pesisir memiliki banyak senyawa metabolit sekunder yang berpotensi sebagai antibakteri. Hasil analisis GC – MS ekstrak etanol simplisia Daun Kelor (Moringa oleifera) Kawasan Pegunungan terdapat enam (6) senyawa yang dominan yang ditemukan dengan persentase kandungan > 2%, sedangkan pada ekstrak etanol simplisia Daun Kelor Kawasan Pesisir ditemukan sembilan (9) senyawa yang dominan. Hasil analisa FTIR menunjukkan bahwa pola spektrum sampel ekstrak etanol simplisia Daun Kelor memiliki fingerprint (sidik jari) yang berbeda antara Kawasan Pegunungan dan Pesisir. Hal ini menjelaskan bahwa metabolit sekunder merupakan hasil interaksi antara tumbuhan dengan lingkungan.
Pada pengujian antibakteri terhadap ekstrak Daun Kelor dengan variasi konsentrasi (3,125%; 6,25%; 12,5%; 25%) mampu menurunkan pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans. Semua konsentrasi ekstrak Daun Kelor yang diuji dalam penelitian ini memberikan efek bakteriostatik yang sangat baik selama 24 jam, 48 jam, dan 72 jam. Fenomena ini mengindikasikan bahwa ekstrak Daun Kelor dapat mendegradasi fungsi sel Streptococcus mutans selama adaptasi pertumbuhan.
Dari penelitian ini menyatakan bahwa ekstrak Daun Kelor dapat menghambat adhesi bakteri Streptococcus mutans dengan waktu selama 24 jam, 48 jam, dan 72 jam. Pada waktu 24 jam, semua konsentrasi ekstrak memiliki kemampuan daya hambat adhesi yang lemah terhadap bakteri Streptococcus mutans. Sedangkan pada waktu 48 jam, hanya kelompok konsentrasi ekstrak 12,5% dan 6,25% memiliki daya hambat adhesi bakteri Streptococcus mutans bersifat kuat. Pada waktu 72 jam, semua konsentrasi ekstrak memiliki daya hambat adhesi bakteri Streptococcu bersifat kuat. Frekuensi daya hambat pembentukan biofilm bakteri Streptococcus mutans oleh ekstrak Daun Kelor menjelaskan bahwa, semua konsentrasi ekstrak memiliki kemampuan yang relatif sama (kuat) dalam menghambat pembentukan biofilm yang terjadi pada waktu inkubasi 48 jam. Sifat ini diindiksikan bahwa Daun Kelor berpotensi sebagai penghambat penyebaran massa biofilm bakteri Streptococcus mutans dan dapat mendegradasikan massa biofilm sebelum terjadinya pembentukan.
Dari hasil pembuatan sediaan obat kumur dari ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera) dan pengujian terhadap hewan coba menunjukkan hasil uji toksisitas obat kumur ekstrak etanol Daun Kelor terhadap hewan coba tikus selama 24 jam, tidak mengalami perubahan tingkah laku dan kondisi sehat. Pemantauan selama 14 hari terhadap jaringan mukosa mengalami kelainan, tetapi tidak ada terjadi kematian dari hewan coba tersebut. Hasil pemeriksaan ALT/SGPT dan AST/SGOT terhadap organ hati dari hewan coba tikus masih dalam batas normal yaitu 52-144 IU/L dan 54,0-192,0 IU/L, sehingga tidak mengalami perubahan tidak menyebabkan kerusakan jaringan dan kematian.
Dari keseluruhan tahap penelitian ini memberikan Potensi dan pengembangan obat kumur berbasis bahan alami dari ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera) menggunakan pelarut etanol sebagai agen antibakteri terhadap bakteri Streptococcus mutans. Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan informasi dan manfaat penting bagi pengembangan industri kesehatan mulut yang berkelanjutan dan mendorong pemahaman yang lebih baik tentang potensi tumbuhan lokal sebagai sumber bahan aktif dalam pengobatan herbal.
Kata Kunci: Daun Kelor (Moringa oleifera), Obat Kumur, Antibakteri, Streptococcus mutans
SUMMERY Moringa leaves (Moringa oleifera) in this study were obtained from two different locations: the Seulawah Agam Mountain area in Saree District, Aceh Besar Regency, and the coastal area of Lhoknga Beach, Aceh Besar Regency, Aceh Province. Based on environmental conditions, Moringa plants can grow in both highland and lowland areas, significantly influencing the photosynthesis process of the plant. Chemical measurements from each location showed distinct characteristics, with ethanol-soluble and water-soluble extract levels of mountain- sourced Moringa leaf simplicia being higher (44.17 ± 0.61% and 33.58 ± 0.23%, respectively) than coastal-sourced ones. The total ash content and acid-insoluble ash content were similar between the two locations, though slightly lower in the mountain area (2.46 ± 0.23% and 0.28 ± 0.14%, respectively) compared to the coastal area (2.69 ± 0.12% and 0.37 ± 0.11%, respectively). This provides a general overview of the mineral content in Moringa leaf simplicia and extracts. Qualitative phytochemical analysis was conducted to identify bioactive secondary metabolites such as terpenoids, saponins, flavonoids, and tannins. Differences in secondary metabolites were observed between the two regions: ethanol extracts of mountain Moringa leaves tested positive for saponins, while coastal Moringa leaves tested negative. Saponins are known for their antimicrobial effects, protecting plants from fungal attacks and insects. Quantitative phytochemical testing showed total flavonoid content in the ethanol extracts from mountain and coastal leaves, with Rf values of 0.61 and 0.52, respectively. Ethanol extracts of Moringa leaf simplicia from both regions contained many secondary metabolites with antibacterial potential. GC-MS analysis of the mountain-sourced extract identified six dominant compounds (with content percentages >2%), while the coastal-sourced extract identified nine dominant compounds. FTIR analysis revealed different fingerprint patterns between the two regions, indicating that secondary metabolites are products of plant-environment interactions. Antibacterial testing of Moringa leaf extracts at varying concentrations (3.125%, 6.25%, 12.5%, 25%) effectively inhibited the growth of S. mutans. All tested concentrations exhibited excellent bacteriostatic effects over 24, 48, and 72 hours, suggesting the extracts degrade S. mutans cell function during growth adaptation. The study found that Moringa leaf extracts inhibited S. mutans adhesion over time (24, 48, and 72 hours). At 24 hours, all extract concentrations demonstrated weak adhesion inhibition. At 48 hours, only the 12.5% and 6.25% concentrations showed strong inhibition, while at 72 hours, all concentrations exhibited strong adhesion inhibition. The ability of Moringa leaf extracts to prevent S. mutans biofilm formation was consistent, with all concentrations showing strong inhibition during 48 hours of incubation. This suggests Moringa leaves have potential as agents to inhibit biofilm spread and degrade biofilm mass before formation. A mouthwash formulation made from Moringa leaf extract was tested on animal models. Toxicity tests showed that the ethanol-based Moringa leaf mouthwash did not alter the behavior or health conditions of the test rats within 24 hours. Monitoring for 14 days revealed some mucosal abnormalities but no mortality. ALT/SGPT and AST/SGOT tests on liver tissues remained within normal limits (52–144 IU/L and 54.0–192.0 IU/L, respectively), indicating no tissue damage or fatality. Overall, this research highlights the urgency and potential for developing natural-based mouthwash from Moringa oleifera ethanol extracts as an antibacterial agent against Streptococcus mutans. The findings also provide valuable information for advancing sustainable oral health products and underscore the potential of local plants as sources of active compounds for herbal medicine development. Keywords: Moringa oleifera leaves, mouthwash, antibacterial, Streptococcus mutans
PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN KELOR (MORINGA OLEIFERA) TERHADAP PELEPASAN ION KALSIUM SALURAN AKAR GIGI SETELAH DIPAPARKAN ENTEROCOCCUS FAECALIS (SILVI SULISTINA, 2020)
EFEKTIVITAS PHYTO RESPON ESKTRAK ETANOL DAUN KELOR (MORINGA OLEIFERA) TERHADAP VIRULENSI PORPHYROMONAS GINGIVALIS ATCC 33277 SECARA IN-VITRO (POPPY MILA FADRIANI, 2020)
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETANOL DAUN DAN KULIT BATANG KELOR (MORINGA OLEIFERA L.) (NABILA, 2024)
POTENSI EKSTRAK ETANOL DAUN KELOR (MORINGA OLEIFERA LAM.) SEBAGAI ANTIBAKTERI TERHADAP CUTIBACTERIUM ACNES (Afifah Maulia Putri, 2023)
EFEK EKSTRAK ETANOL DAUN KELOR (MORINGA OLEIFERA)DALAM MENGHAMBAT PEMBENTUKAN BIOFILM PORPHYROMONAS GINGIVALIS (M ILHAM AKBAR, 2020)