PEMBATALAN PERKAWINAN POLIGAMI AKIBAT PEMALSUAN IDENTITAS DIRI SUAMI DI ACEH | ELECTRONIC THESES AND DISSERTATION

Electronic Theses and Dissertation

Universitas Syiah Kuala

    THESES

PEMBATALAN PERKAWINAN POLIGAMI AKIBAT PEMALSUAN IDENTITAS DIRI SUAMI DI ACEH


Pengarang

Muhammad Farid - Personal Name;

Dosen Pembimbing

Teuku Saiful - 197401042000031001 - Dosen Pembimbing I
Sanusi - 196212191989031004 - Penguji
Zahratul Idami - 197012081997022001 - Penguji
Suhaimi - 196612311991031023 - Penguji



Nomor Pokok Mahasiswa

2203201010008

Fakultas & Prodi

Fakultas Hukum / Ilmu Hukum (S2) / PDDIKTI : 74101

Subject
-
Kata Kunci
-
Penerbit

Banda Aceh : Fakultas Hukum (S2)., 2024

Bahasa

No Classification

-

Literature Searching Service

Hard copy atau foto copy dari buku ini dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan hubungi via telegram (Chat Services LSS)

Pasal 24 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, menyatakan bahwa diantara sebab-sebab dilakukannya pembatalan perkawinan jika terdapat suami atau istri yang masih mempunyai ikatan perkawinan melakukan perkawinan tanpa seizin dan sepengetahuan pihak lainnya. Ketentuan tersebut juga terdapat dalam Pasal 71 Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang menyebutkan bahwa perkawinan dapat dibatalkan apabila seorang suami melakukan poligami tanpa izin Pengadilan Agamadalam kenyataannya, masih terdapat suami yang melakukan perkawinan poligami disertai dengan pemalsuan identitas sehingga menimbulkan perkara pembatalan perkawinan poligami yang terjadi di wilayah hukum Provinsi Aceh.
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan menganalisis proses pembatalan perkawinan poligami akibat pemalsuan identitas di Aceh, akibat hukum dari perkawinan poligami akibat pemalsuan identitas di Aceh, serta bentuk sanksi dan upaya mencegah terjadinya perkara pembatalan perkawinan poligami dengan pemalsuan identitas di Aceh.
Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris. Dengan menggunakan pengumpulan data menggunakan data primer yang diperoleh dari wawancara secara langsung dari para responden dan informan melalui penelitian lapangan ,yang dianalisis dengan analisis kualitatif menggunakan metode berpikir deduktif-induktif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pembatalan perkawinan poligami akibat pemalsuan identitas di Aceh dalam prosesnya telah terjadi dari tahap sidang di mahkamah syar’iyah, banding hingga kasasi. Tahapan tersebut dilaksanakan dengan alur dan proses yang tidak jauh berbeda dengan perceraian, namun dalam pembatalan perkawinan poligami akibat pemalsuan identitas ini proses penyelesaian yang dikecualikan dari kewajiban mediasi. Akibat hukum dari pembatalan perkawinan poligami akibat pemalsuan identitas ini terbagi menjadi beberapa akibat kepada hubungan antara suami dan istri yakni perkawinan yang telah dilangsungkan dianggap batal demi hukum serta akibat terhadap hubungan orang tua dan anak sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 45 UU Perkawinan dan Pasal 75 KHI. Bentuk sanksi yang dapat diberikan kepada pelaku pemalsuan identitas hanya berlaku bila terdapat pengaduan dari pihak yang dirugikan. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan guna mencegah terjadinya perkara ini dapat dilakukan dengan pengecekan kembali syarat administratif oleh
pejabat dan pihak yang berwenang guna meminimalisir terjadinya kesalahan dokumen dalam pelaksanaan proses perkawinan.
Disarankan kepada para pihak yang akan mengajukan permohonan pembatalan perkawinan untuk lebih teliti dalam mempersiapkan berkas perkara agar permohonan tersebut memenuhi syarat formilnya serta dilakukannya advokasi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum terkait kepada masyarakat mengenai alur proses perkara perceraian dan pembatalan perkawinan. Untuk para pihak yang telah menerima putusan pengadilan disarankan untuk melaksanakan hasil putusan tersebut sesuai dengan diktum yang telah tercantum guna mencegah terjadinya perkara pembatalan perkawinan ini disarankan kepada para pihak, instansi terkait dan aparat penegak hukum dapat lebih teliti menjalankan prosedur sebagaimana telah diatur dalam aturan perundang-undangan.
Kata kunci : Pembatalan Perkawinan, Poligami, Pemalsuan Identitas

Article 24 of Act No. 1 of 1974 on Marriage states that among the grounds for the annulment of marriage, is if there is a husband or wife who still has a marital bond to marry without the permission and knowledge of the other party. The idea is also found in Article 71 of the 1991 Presidential Instruction No. 1 on the Compilation of Islamic Law, which states that marriage can be annulled when a husband commits polygamy without the permission of the Religious Court. This is known after conducting research into several council courts in the territory of Aceh Besar, Banda Aceh, and Sigli, where in some council Courts there is 1 case in Aceh Besar Syar’iyah Court, 5 cases in Banda Aceh Syar’iyah Court and 3 cases in Syar’iyah Sigli Court in the range of 2019-2022. The study aims to explain and analyze the process of annulment of polygamous marriages due to identity forgery in Aceh, the result of Polygamous Marriages caused by identity falsification in Aceh as well as the forms of sanctions and efforts to prevent the occurrence of cases of cancellation of polygamous marriage with identity fraud in Aceh. In addition to secondary data, this study includes data collected directly from respondents and informants through field research. From the results of the research shows that the annulment of polygamy marriages due to identity forgery in Aceh in the process has occurred from the trial stage in the sharia court, appeal to cassation. The stage is carried out with a course and process that is not much different from divorce, but in the annulment of a polygamy marriage due to identity falsification, this process of settlement is excluded from the obligation of mediation. The legal consequences of the annulment of polygamy marriage due to identity falsification are divided into several implications to the relationship between husband and wife, namely the marriage which has been held is considered invalid by law as well as consequences on the relationship of parents and children as described in Article 45 of the Marriage Act and Article 75 of the Compilation of Islamic Law. The form of sanction that can be granted to the perpetrator of identity Falsification only applies if there is a complaint from the injured party. Preventive efforts to prevent this may be made by re-checking the administrative conditions by officials and authorities to minimize the occurrence of errors in documents in the execution of marriage proceedings. It is recommended that parties who intend to apply for annulment of marriage be more careful in preparing the case file so that the application qualifies its forms and that the law enforcement apparatus engages in public advocacy regarding the course of divorce and annulment of marriage proceedings. The parties who have received the court decision are advised to implement the outcome of the judgment by the dictum that has been listed to avoid the occurrence of cases of annulment of this marriage. It is recommended that the parties, the relevant authorities, and the law enforcement apparatus carry out the procedure as prescribed in the rules of the laws. Keywords: marriage annulment, polygamy, and identity falsification

Citation



    SERVICES DESK