Electronic Theses and Dissertation
Universitas Syiah Kuala
SKRIPSI
PENANGANAN SAMPAH PLASTIK LAUT MENURUT HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL DAN TANTANGAN YANG DIHADAPI OLEH PEMERINTAH ACEH
Pengarang
HAIKAL YASHIFA - Personal Name;
Dosen Pembimbing
Nellyana Roesa - 198206262006042003 - Dosen Pembimbing I
Nomor Pokok Mahasiswa
2003101010266
Fakultas & Prodi
Fakultas Hukum / Ilmu Hukum (S1) / PDDIKTI : 74201
Subject
Kata Kunci
Penerbit
Banda Aceh : Fakultas Hukum., 2024
Bahasa
No Classification
-
Literature Searching Service
Hard copy atau foto copy dari buku ini dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan hubungi via telegram (Chat Services LSS)
Dikarenakan wilayah laut di Indonesia sangat luas, maka sangat rentan terjadi pencemaran. Menurut angka dari Kemitraan Aksi Plastik Nasional Indonesia dirilis pada bulan April tahun lalu, Indonesia menghasilkan 6,8 juta ton sampah plastik setiap tahunnya, dimana 9 persennya, atau sekitar 620 ribu ton, masuk sungai, danau, dan lautan yang dapat menyebabkan pencemaran laut lintas batas negara. Menurut Pasal 235 Ayat (1) UNCLOS 1982: “Negara-negara bertanggung jawab untuk pemenuhan kewajiban-kewajiban internasional mereka berkenaan dengan perlindungan dan pelestarian lingkungan laut. Mereka harus memikul kewajiban ganti rugi sesuai dengan hukum internasional”
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan implementasi prinsip pertanggung jawaban negara terkait dengan permasalahan marine plastic debris menurut Hukum Lingkungan Internasional dan mengetahui tindakan pemerintah Aceh dalam menangani dampak marine plastic debris terhadap sektor kelautan dan perikanan.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menganalisis berbagai buku, jurnal, penelitian, dan peraturan perundang-undangan yang terkait. Kemudian penulis juga melakukan wawancara dengan narasumber yang akan digunakan sebagai data sekunder. Dengan pendekatan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang baik tentang aspek hukum berkaitan dengan prinsip tanggung jawab negara terhadap permasalahan marine plastic debris dan tantangan yang dihadapi pemerintah Aceh dalam menangani marine plastic debris.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prinsip pertanggungjawaban negara dapat di terapkan untuk kasus pencemaran laut yang dilakukan oleh negara lain sesuai dengan pasal 235 ayat (1) UNCLOS 1982. Tindakan yang dilakukan pemerintah Aceh menangani permasalahan marine plastic debris yaitu dengan cara membuat Qanun Aceh No 2 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Qanun Kota Banda Aceh Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Pengelolaan Sampah, mamberikan edukasi ke masyarakat, melaksanakan kegiatan bulan cinta laut dan mewajibkan setiap kapal nelayan yang berlayar untuk memiliki tempat sampah di kapalnya.
Disarankan kepada Pemerintah Indonesia untuk lebih tegas lagi dalam menindaklanjuti para pelaku pencemaran dan pemerintah Aceh diharapkan lebih banyak melaksanakan program-program yang dapat mengedukasi masyarakat tentang bahaya sampah plastik laut.
Because the sea area in Indonesia is very large, it is very vulnerable to pollution. According to figures from the Indonesian National Plastic Action Partnership released in April last year, Indonesia produces 6.8 million tons of plastic waste every year, of which 9 percent, or around 620 thousand tons, enters rivers, lakes, and oceans which can cause transboundary marine pollution. According to Article 235 Paragraph (1) of UNCLOS 1982: "States are responsible for fulfilling their international obligations with regard to the protection and preservation of the marine environment. They must bear the obligation to compensate in accordance with international law" This study aims to explain the implementation of the principle of state responsibility related to the problem of marine plastic debris according to International Environmental Law and to find out the actions of the Aceh government in dealing with the impact of marine plastic debris on the marine and fisheries sectors. This study uses a normative legal research method by analyzing various books, journals, research, and related laws and regulations. Then the author also conducted interviews with informants who will be used as secondary data. With this approach, this study aims to provide a good understanding of the legal aspects related to the principle of state responsibility for marine plastic debris problems and the challenges faced by the Aceh government in dealing with marine plastic debris. The results of the study indicate that the principle of state responsibility can be applied to cases of marine pollution carried out by other countries in accordance with Article 235 paragraph (1) of UNCLOS 1982. The actions taken by the Aceh government to deal with the problem of marine plastic debris are by creating Aceh Qanun No. 2 of 2011 concerning Environmental Management and Banda Aceh City Qanun Number 1 of 2017 concerning Waste Management, providing education to the community, implementing sea love month activities and requiring every fishing boat that sails to have a trash can on its ship. It is recommended that the Indonesian government be more assertive in following up on perpetrators of pollution and the Aceh government is expected to implement more programs that can educate the public about the dangers of marine plastic waste.
PENANGANAN SAMPAH PLASTIK LAUT MENURUT HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL DAN TANTANGAN YANG DIHADAPI OLEH PEMERINTAH ACEH (HAIKAL YASHIFA, 2024)
SAMPAH LAUT DI KAWASAN BANDA ACEH (Agung Budi Prasetyo, 2023)
STRATEGI PENGELOLAAN SAMPAH DI PULAU BALAI ACEH SINGKIL (ZUHDI FIRDAUS, 2024)
IDENTIFIKASI SAMPAH LAUT PADA ALAT TANGKAP PUKAT PANTAI (BEACH SEINE) DI GAMPONG JAWA, KOTA BANDA ACEH (CHANAYA SALSABILLA, 2022)
KELIMPAHAN SAMPAH LAUT MAKRO PADA EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI PERAIRAN UJONG PANCU KECAMATAN PEUKAN BADA, ACEH BESAR (Rayhan Putra, 2024)