PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENEBANGAN KAYU LIAR (SUATU PENELITIAN DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI TAPAKTUAN) | ELECTRONIC THESES AND DISSERTATION

Electronic Theses and Dissertation

Universitas Syiah Kuala

    SKRIPSI

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENEBANGAN KAYU LIAR (SUATU PENELITIAN DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI TAPAKTUAN)


Pengarang

Riki Wandi - Personal Name;

Dosen Pembimbing

Tarmizi - 196707171993031004 - Dosen Pembimbing I



Nomor Pokok Mahasiswa

2003101010058

Fakultas & Prodi

Fakultas Hukum / Ilmu Hukum (S1) / PDDIKTI : 74201

Subject
-
Kata Kunci
-
Penerbit

Banda Aceh : Fakultas Hukum., 2024

Bahasa

No Classification

-

Literature Searching Service

Hard copy atau foto copy dari buku ini dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan hubungi via telegram (Chat Services LSS)

Pasal 82 ayat (1) huruf c jo Pasal 12 huruf c Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Hutan diatur bahwa orang perseorangan yang dengan sengaja melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan secara tidak sah. Beberapa lokasi yang terjadi penebangan kayu liar, di Kabupaten Aceh Selatan yaitu, Trumon Tengah, Trumon Timur, Kota Bahagia dan Meukek, sekitar 655,43 hektar yang terkenak imbas dari penebangan liar tersebut.

Tujuan Penelitian untuk menjelaskan proses penegakan hukum serta menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum terkait tindak pidana penebangan kayu liar di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Tapaktuan.

Metode penelitian hukum yuridis empiris. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden dan informan, Bahan hukum primer yang digunakan. Bahan hukum sekunder yang digunakan yaitu buku, artikel dan hasil penelitian. Analisis data dilakukan secara kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Proses Penegakan hukum pidana terhadap penebangan pohon secara liar terdiri dari 3 tahap yaitu tahap formulasi, tahap aplikasi dan tahap eksekusi. Pada tahap formulasi, sudah dirumuskan beberapa perbuatan dan sanksi di dalam berupa sanksi yang berat bagi setiap pelaku yaitu sanksi pidana penjara dan sanksi administrasi. Penegakan hukum berdasarkan, Pasal 82 ayat (1) huruf c Jo. Pasal 12 huruf c, serta Pasal 84 ayat (1) dan Pasal 85 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP, dikarenakan terdakwa terbukti melakukan penebangan kayu liar di Kawasan hutan yang tidak memiliki izin pemanfaatan hutan, pada tahap aplikasi kepolisan melakukan penyelidikan dan penyidikan, sedangkan pihak kejaksaan melakukan penuntutan, pada tahap eksekusi pihak Pengadilan melakukan pemeriksaan di persidangan. Faktor yang mempengaruhi penegakan hukum pidana terhadap penebangan pohon secara liar adalah faktor perundang-undangan, faktor penegakan hukum, faktor sarana dan fasilitas, faktor masyarakat dan faktor kebudayaan. Dari kelima faktor tersebut faktor dominan mempengaruhi penegakan hukum pidana terhadap penebangan pohon secara liar adalah adalah faktor masyarakat dan faktor sarana dan fasilitas.

Disarankan kepada penegak hukum dalam hal ini Polisi dan Dinas Kehutanan hendaknya dalam pelaksanaan penegakan hukum tindak pidana penebangan kayu liar di Aceh Selatan, perlu peningkatkan koordinasi dan kerjasama positif antara sesama aparatur penegak hukum dan hindari tumpang tindih kewenangan masing-masing.

Article 82, Paragraph (1), Letter (c) in Conjunction with Article 12, Letter (c) of Law No. 18 of 2013 on the Prevention and Eradication of Forest Destruction regulates that individuals who intentionally engage in illegal tree logging within forest areas are committing a crime. Several locations in South Aceh Regency, including Trumon Tengah, Trumon Timur, Kota Bahagia, and Meukek, have been impacted by illegal logging, affecting approximately 655.43 hectares. The purpose of this research is to explain the law enforcement process and identify the factors influencing law enforcement related to illegal logging in the jurisdiction of the Tapaktuan District Court. This study employs an empirical juridical legal method. Primary data were obtained through direct interviews with respondents and informants, along with the use of primary legal materials. Secondary legal materials such as books, articles, and research results were also utilized. The data analysis was conducted qualitatively. The research findings show that the criminal law enforcement process for illegal logging consists of three stages: formulation, application, and execution. In the formulation stage, various acts and severe sanctions have been defined, including imprisonment and administrative penalties for each offender. Law enforcement is based on Article 82, paragraph (1), letter (c) in conjunction with Article 12, letter (c), and Articles 84, paragraph (1), and 85, paragraph (1) of Law No. 18 of 2013 on the Prevention and Eradication of Forest Destruction in conjunction with Article 55, paragraph (1), number 1 of the Criminal Code (KUHP), as the defendant was proven to have engaged in illegal logging within a forest area without a forest utilization permit. In the application stage, the police conducted investigations and inquiries, while the prosecutor’s office handled the prosecution. In the execution stage, the court conducted hearings and examined the case. The factors influencing criminal law enforcement for illegal logging include legal regulations, law enforcement, facilities and infrastructure, society, and culture. Of these five factors, the most dominant ones affecting criminal law enforcement for illegal logging are societal factors and the availability of facilities and infrastructure. It is recommended that law enforcement agencies, particularly the police and the Forestry Department, improve coordination and foster positive cooperation among law enforcement officials. This would help avoid overlapping authority in the enforcement of laws against illegal logging in South Aceh.

Citation



    SERVICES DESK