PENGAKUAN SEBAGAI ALAT BUKTI SEMPURNA DALAM PERKARA ZINA (STUDI TERHADAP QANUN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM JINAYAT) | ELECTRONIC THESES AND DISSERTATION

Electronic Theses and Dissertation

Universitas Syiah Kuala

    SKRIPSI

PENGAKUAN SEBAGAI ALAT BUKTI SEMPURNA DALAM PERKARA ZINA (STUDI TERHADAP QANUN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM JINAYAT)


Pengarang

NAZARULLAH - Personal Name;

Dosen Pembimbing

M. Iqbal - 198005182005011002 - Dosen Pembimbing I



Nomor Pokok Mahasiswa

2003101010277

Fakultas & Prodi

Fakultas Hukum / Ilmu Hukum (S1) / PDDIKTI : 74201

Subject
-
Kata Kunci
-
Penerbit

Banda Aceh : Fakultas Hukum., 2024

Bahasa

No Classification

-

Literature Searching Service

Hard copy atau foto copy dari buku ini dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan hubungi via telegram (Chat Services LSS)

Pengakuan telah melakukan zina bertujuan sebagai penebusan dosa jalur taubat, namun dalam qanun jinayat pengakuan zina merupakan alat bukti yang dapat memberikan hukuman terdahap terdakwa, akan tetapi sebelum menyatakan terdakwa bersalah sehingga dijatuhi uqubat zina, perlu diperhatikan tahapan pengakuan yang sesuai dengan landasan terbentuknya pengakuan zina sebagai alat bukti sempurna sehingga bisa untuk dijatuhi uqubat tersebut.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan landasan pengakuan zina yang diatur dalam qanun jinayat sebagai alat bukti sempurna, kemudian untuk menjelaskan tahapan pengakuan zina yang terdapat dalam qanun jinayat yang dilakukan dalam persidangan serta diluar persidangan.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, yaitu studi kepustakaan dengan mengkaji bahan hukum, yaitu peraturan perundang-undangan, buku, jurnal dan artikel yang berkaitan dengan penelitian skripsi ini.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa perkara zina dalam qanun jinayat bisa dibuktikan dengan alat bukti pengakuan dan/atau keterangan 4 (empat) orang saksi, qanun acara jinayat kemudian memberikan pengecualian terhadap pembuktian zina yang mana dengan mengajukan 1 (satu) alat bukti saja sudah cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah sesuai dengan pasal 180 qanun acara jinayat. Pasal 187 ayat (4) qanun acara jinayat kembali memberikan penegasan dalam pembuktian zina bahwa dengan pengakuan terdakwa saja sudah cukup untuk membuktikan bahwa seseorang bersalah. Kemudian pengakuan zina bisa dilakukan pada saat pemeriksaan perkara khalwat/ikhtilath sesuai dengan amanat pasal 37 qanun jinayat, serta bisa dilakukan dengan 2 (dua) tahapan yakni pengakuan dalam persidangan dan pengakuan diluar persidangan. Meskipun demikian, dalam menerapkan pengakuan zina sebagai alat bukti sempurna perlu diperhatikan pengakuan zina oleh terdakwa yang dilakukan atas inisiatif dirinya sendiri tanpa adanya paksaan dari pihak manapun.

Disarankan untuk membentuk Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) yang secara eksplisit memperjelas tatacara pembuktian terhadap pengakuan terdakwa dalam perkara zina yang diatur dalam qanun acara jinayat, juga disarankan untuk melakukan peningkatan sumberdaya bagi sebagian aparat penegak hukum dalam penanganan perkara jarimah zina. Disarankan juga kepada Dinas Syariat Islam untuk melakukan pembinaan dalam bentuk forum group discussion atau seminar terhadap masyarakat, mengenai hal yang bukan menjadi wewenang dari masyarat untuk menangani terduga pelaku jarimah zina.

The admission of having committed adultery can serve as a means of repentance, a path to seeking forgiveness. However, under the Qanun Jinayat, such an admission also acts as a form of evidence that can lead to the defendant's conviction. Nevertheless, before a defendant is deemed guilty and sentenced for adultery, it is crucial to observe the proper stages of an admission of adultery, ensuring that the admission aligns with the foundation upon which such evidence is considered valid and sufficient to impose the prescribed punishment (uqubat). The objective of this study is to explain the foundation of an admission of adultery as stipulated in the Qanun Jinayat and how it serves as perfect evidence. Additionally, it aims to elucidate the stages of an admission of adultery, both within and outside court proceedings, as governed by the Qanun Jinayat. This research employs a normative legal methodology, focusing on literature review through the examination of legal materials, including legislation, books, journals, and articles relevant to this study. The findings of the study reveal that cases of adultery under the Qanun Jinayat can be proven through the defendant’s admission and/or the testimony of four witnesses. Furthermore, the Qanun on criminal procedure provides an exception, whereby presenting just one piece of evidence is sufficient to prove the defendant’s guilt in accordance with Article 180 of the Qanun on criminal procedure. Article 187, paragraph 4, of the same Qanun reinforces that an admission alone is adequate to prove someone’s guilt in an adultery case. Additionally, an admission of adultery can be made during the investigation of khalwat (close proximity) or ikhtilath (intimate mingling) cases, as mandated by Article 37 of the Qanun Jinayat. The admission may occur in two stages: either during court proceedings or outside of them. However, when using an admission of adultery as conclusive evidence, it is essential to ensure that the defendant's admission was made voluntarily and without coercion from any party. It is recommended that the Supreme Court issue a Circular (SEMA) to explicitly clarify the procedures for validating the defendant's admission in adultery cases as governed by the Qanun on criminal procedure. Additionally, enhancing the capacity of some law enforcement officials in handling adultery cases (jarimah zina) is also suggested. The Islamic Sharia Agency is further encouraged to provide community guidance through forums such as group discussions or seminars, emphasizing that the investigation and prosecution of alleged adultery cases are not within the community's authority to handle.

Citation



    SERVICES DESK