PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SEBAGAI KORBAN PENYALAHGUNA NARKOTIKA | ELECTRONIC THESES AND DISSERTATION

Electronic Theses and Dissertation

Universitas Syiah Kuala

    DISSERTATION

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SEBAGAI KORBAN PENYALAHGUNA NARKOTIKA


Pengarang

NAZARUDDIN - Personal Name;

Dosen Pembimbing

Eddy Purnama - 196205261989031002 - Dosen Pembimbing I
Husni - 196208101990021002 - Dosen Pembimbing II
Mohd. Din - 196412311990021006 - Dosen Pembimbing III



Nomor Pokok Mahasiswa

1703301010008

Fakultas & Prodi

Fakultas Hukum / Ilmu Hukum (S3) / PDDIKTI : 74001

Penerbit

Banda Aceh : Fakultas Hukum., 2024

Bahasa

Indonesia

No Classification

344.032 88

Literature Searching Service

Hard copy atau foto copy dari buku ini dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan hubungi via telegram (Chat Services LSS)

ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA SEBAGAI KORBAN PENYALAHGUNA NARKOTIKA

Nazaruddin1, Eddy Purnama2, Husni3, Mohd. Din4

Penyalahgunaan narkotika tidak hanya dilakukan oleh masyarakat biasa, namun seringkali dialami oleh anggota kepolisian. Proses penegakan hukum yang diterapkan kepada masyarakat pada umumnya berbeda dengan korban penyalahgunaan di kalangan anggota kepolisian. Masyarakat lebih sering dilakukan direhabilitasi sebagaimana amanat dari Pasal 54 UU Narkotika, tapi anggota kepolisian cenderung pemberhentian dengan tidak hormat seperti yang ditegaskan dalam Pasal 109 huruf e Perpol Nomor 7 Tahun 2022. Padahal aturan hukum yang digunakan adalah sama yaitu UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Perlakuan yang tidak memperlakukan prinsip persamaan di hadapan hukum (equality before the law) menarik dikaji secara komprehensif.
Penelitian ini bertujuan mengkaji dan menjelaskan perlindungan hukum bagi anggota Polri Korban Penyalahgunaan Narkotika, konsistensi instrumen hukum bagi anggota Polri dan rehabilitasi bagi anggota Polri yang terlibat dalam kasus penyalahgunaan narkotika.
Penelitian menggunakan metode penelitian normatif dengan bahan hukum primer UU Narkotika dan Peraturan Polri Nomor 7 Tahun 2022. Bahan hukum sekunder diperoleh melalui buku, jurnal dan hasil penelitian. Analisis data dilakukan secara preskriptif dengan memberikan penafsiran terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecenderungan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap anggota Polri sebagai korban penyalahgunaan narkotika tidak berorientasi keadilan karena anggota Polri yang menyalahgunakan narkotika adalah korban yang bukan atas kesadaran sendiri melakukan penyalahgunaannya, tapi justeru karena adanya rasa ingin mengetahui rasa dari sabu-sabu. Kedua, Memiliki teman yang juga Pecandu Narkoba. Ketiga, Coba-coba mengikuti teman yang juga pecandu Narkoba. Keempat, Memiliki masalah hubungan dengan pasangan, kerabat atau keluarga. Kelima, Mengalami masalah Ekonomi. Aturan hukum berkaitan dengan PDTH penyalahgunaan tidak konsisten karena UU Narkotika memperlakukan sama antara masyarakat umum dengan anggota Polri yakni dengan melakukan rehabilitasi, sementara Peraturan Kapolri cenderung memberikan hukuman PTDH kepada anggota Polri korban penyalahgunaan narkotika. Anggota Polri korban penyalahgunaan narkotika berkewajiban dilakukan rehabilitasi supaya menjadi pribadi yang baik, karena kecanduan tidak dapat terselesaikan walaupun dijatuhkan sanksi PTDH, namun akan dapat teratasi dengan cara direhabilitasi.
Disarankan kepada pimpinan Kepolisian supaya merevisi Perpol Nomor 7 Tahun 2022 supaya sinkron dengan peraturan perundang-undangan lainnya dengan mengedepankan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial kepada anggota polri sebagai korban penyalahgunaan narkotika. Disarankan supaya merumuskan konsep anggota polri sebagai korban penyalahgunaan narkotika beserta kriteria anggota Polri yang mengalami tekanan sosial dan ekonomi, lingkungan keluarga yang tidak sehat, atau kurangnya pengetahuan tentang risiko dan bahaya narkotika dalam Perpol Nomor 7 Tahun 2022 supaya memiliki dasar bagi ketua sidang etik untuk memutuskan PTDH maupun hukuman lainnya yang bersifat pembinaan. Disarankan kepada Pimpinan kepolisian agar selalu melakukan pengawasan secara intensif terhadap anggota agar praktik penyalahgunaan narkotika tidak dilakukan oleh anggota kepolisian.


Kata kunci: Narkotika; Anggota Polri; PDTH; Rehabilitasi; Persamaan di Hadapan Hukum

ABSTRACT LEGAL PROTECTION FOR MEMBERS OF THE STATE POLICE OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AS VICTIMS OF NARCOTICS Nazaruddin1, Eddy Purnama2, Husni3, Mohd. Din4 Narcotics abuse is not only carried out by ordinary people, but is often experienced by members of the police. The law enforcement process applied to the community in general is different from victims of abuse among members of the police. People are more often rehabilitated as mandated by Article 54 of the Narcotics Law, but police officers tend to be dismissed dishonorably as confirmed in Article 109 letter e of Perpol Number 7 of 2022. Even though the legal rules used are the same, namely Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics . Treatment that does not treat the principle of equality before the law is interesting to study comprehensively. This research aims to examine and explain legal protection for Polri members who are victims of narcotics abuse, consistency of legal instruments for Polri members and rehabilitation for Polri members involved in narcotics abuse cases.The research used normative research methods with primary legal materials from the Narcotics Law and National Police Regulation Number 7 of 2022. Secondary legal materials were obtained through books, journals and research results. Data analysis was carried out prescriptively by providing interpretation of primary legal materials and secondary legal materials. The results of the research show that PDTH's tendency towards Polri members as victims of narcotics abuse is not justice-oriented because Polri members who abuse narcotics are victims who do not do so through their own awareness of the abuse, but rather because they want to know the taste of crystal methamphetamine. Second, have friends who are also drug addicts. Third, try following friends who are also drug addicts. Fourth, having relationship problems with your partner, relatives or family. Fifth, experiencing economic problems. The legal regulations relating to PDTH abuse are inconsistent because the Narcotics Law treats the general public and members of the National Police equally, namely by carrying out rehabilitation, while the National Police Regulations tend to provide PDTH penalties to members of the National Police who are victims of narcotics abuse. Police members who are victims of narcotics abuse are obliged to undergo rehabilitation to become good individuals, because addiction cannot be resolved even if PDTH sanctions are imposed, but can be overcome by being rehabilitated. It is recommended to the Police leadership that police officers who abuse narcotics should be rehabilitated so that they can return to being good human beings and free from narcotics practices. It is recommended that police leaders always carry out intensive supervision of members so that narcotics abuse practices are not carried out by police officers. It is recommended that police leaders be able to make consistent PDTH arrangements for narcotics abusers within the National Police so that they align with Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics which is more likely to rehabilitate narcotics abusers. Key words: Narcotics; Police Member; PDTH; rehabilitation; Equality Before the Law

Citation



    SERVICES DESK