Electronic Theses and Dissertation
Universitas Syiah Kuala
SKRIPSI
PENGHENTIAN PENUNTUTAN BERDASARKAN RESTORATIVE JUSTICE TERHADAP PENYALAHGUNA NARKOTIKA (SUATU PENELITIAN DI WILAYAH HUKUM KEJAKSAAN TINGGI ACEH)
Pengarang
CUT RAUZATUL JANNAH. TS - Personal Name;
Dosen Pembimbing
Riza Chatias Pratama - 198905302022031009 - Dosen Pembimbing I
M. Iqbal - 198005182005011002 - Penguji
Chadijah Rizki Lestari - 198603032014042001 - Penguji
Nomor Pokok Mahasiswa
1703101010202
Fakultas & Prodi
Fakultas Hukum / Ilmu Hukum (S1) / PDDIKTI : 74201
Subject
Kata Kunci
Penerbit
Banda Aceh : Fakultas Hukum.,
Bahasa
No Classification
-
Literature Searching Service
Hard copy atau foto copy dari buku ini dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan hubungi via telegram (Chat Services LSS)
Penerapan restorative justice terhadap penyalahguna narkotika diatur dalam Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021. Jaksa memiliki kewenangan bertindak sebagai pengendali perkara berdasarkan asas dominus litis. Namun, dibandingkan dengan menerapkan restorative justice yang mengedepankan pidana alternatif berupa rehabilitasi terhadap penyalahguna narkotika, masih banyak kasus penyalahgunaan narkotika yang diselesaikan melalui proses pengadilan, sehingga menyebabkan overcrowded pada lembaga pemasyarakatan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan mengenai proses penerapan restorative justice terhadap penyalahguna narkotika dan untuk menjelaskan hambatan-hambatan yang dihadapi pihak Kejaksaan Tinggi Aceh dalam menerapkan restorative justice terhadap penyalahguna narkotika.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris, dengan menggabungkan data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh dari dokumen, buku, dan jurnal lainnya yang berkaitan dengan masalah yang dibahas. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan sejumlah responden dan informan yang memiliki keterkaitan dengan masalah yang sedang diteliti dalam penelitian ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan restorative justice terhadap penyalahguna narkotika yang dilakukan oleh Kejaksaan dapat dilaksanakan melalui rehabilitasi apabila terdakwa dinilai telah memenuhi kualifikasi sebagai penyalahguna narkotika, memiliki hasil asesmen dari Tim Asesmen Terpadu pada saat pelimpahan perkara, dan bersedia menjalani rehabilitasi. Namun dalam penyelesaiannya, masih banyak kasus penyalahgunaan narkotika yang tidak diselesaikan melalui restorative justice. Adapun hambatan yang dihadapi Kejaksaan dalam proses ini mencakup faktor penegak hukum, kepentingan politik dan publik, kerangka hukum yang terbatas, serta kurangnya pemahaman dan dukungan masyarakat.
Disarankan kepada Kejaksaan Tinggi Aceh untuk mengadakan pelatihan intensif dan berkelanjutan bagi jaksa mengenai prinsip dan praktik restorative justice khususnya pada kasus narkotika, mengembangkan pedoman atau SOP khusus untuk penerapan restorative justice dalam kasus narkotika yang dapat dijadikan acuan oleh jaksa, serta mengedukasi masyarakat melalui kampanye publik, seminar, dan media sosial tentang manfaat dan tujuan restorative justice dalam menangani penyalahgunaan narkotika.
The application of restorative justice for drug offenders is regulated by the Attorney General's Guidelines Number 18 of 2021. Prosecutors have the authority to act as case controllers based on the dominus litis principle. However, compared to implementing restorative justice, which prioritizes alternative punishment in the form of rehabilitation for drug offenders, many drug abuse cases are still resolved through the court process, leading to overcrowding in correctional institutions. The aim of this research is to explain the process of implementing restorative justice for drug offenders and to elucidate the obstacles faced by the Aceh High Prosecutor's Office in implementing restorative justice for drug offenders. This research uses empirical juridical research methods, combining secondary and primary data. Secondary data is obtained from documents, books, and other journals related to the discussed issue. Primary data is obtained through interviews with several respondents and informants related to the issue being researched. The research findings indicate that the application of restorative justice for drug offenders by the Prosecutor's Office can be carried out through rehabilitation if the defendant is assessed to qualify as a drug offender, has an assessment result from the Integrated Assessment Team at the time of case transfer, and is willing to undergo rehabilitation. However, many drug abuse cases are still not resolved through restorative justice. The obstacles faced by the Prosecutor's Office in this process include factors related to law enforcement, political and public interests, limited legal frameworks, and a lack of understanding and support from the community. It is recommended that the Aceh High Prosecutor's Office conduct intensive and continuous training for prosecutors on the principles and practices of restorative justice, especially in drug cases, develop specific guidelines or SOPs for the application of restorative justice in drug cases that can be used as a reference by prosecutors, and educate the community through public campaigns, seminars, and social media about the benefits and objectives of restorative justice in handling drug abuse cases.
PENGHENTIAN PENUNTUTAN BERDASARKAN RESTORATIVE JUSTICE TERHADAP PENYALAHGUNA NARKOTIKA (SUATU PENELITIAN DI WILAYAH HUKUM KEJAKSAAN TINGGI ACEH) (CUT RAUZATUL JANNAH. TS, 2024)
EKSISTENSI RUMAH RESTORATIVE JUSTICE DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI PROVINSI ACEH (Eka Safitri, 2024)
PENYELESAIAN TINDAK PIDANA PENGANIYAAN MELALUI RESTORATIVE JUSTICE (SUATU PENELTIAN DI WILAYAH HUKUM KEJAKSAAN NEGERI BANDA ACEH) (Najla Zulkarnain, 2024)
PENGHENTIAN PENUNTUTAN BERDASARKAN KEADILAN RESTORATIF YANG BERKEMANFAATAN (SUATU PENELITIAN DI KEJAKSAAN NEGERI SABANG DAN KEJAKSAAN NEGERI ACEH BESAR) (Nahrawi, 2022)
PENYELESAIAN TINDAK PIDANA PENCURIAN MELALUI RESTORATIVE JUSTICE DI WILAYAH HUKUM KEJAKSAAN NEGERI BANDA ACEH (Nadila Sabana Yg, 2024)