Electronic Theses and Dissertation
Universitas Syiah Kuala
SKRIPSI
PERLINDUNGAN PEMEGANG HAK MEREK TERKENAL YANG DIPALSUKAN DAN DIBAJAK DALAM PERDAGANGAN DI DUNIA MAYA
Pengarang
Ioshah Raseuki Mukhlis - Personal Name;
Dosen Pembimbing
Sri Walny Rahayu - 196806141994032002 - Dosen Pembimbing I
Teuku Ahmad Yani - 196510081990031001 - Penguji
M. Gaussyah - 197412201999031001 - Penguji
Nomor Pokok Mahasiswa
1903101010188
Fakultas & Prodi
Fakultas Hukum / Ilmu Hukum (S1) / PDDIKTI : 74201
Subject
Penerbit
Banda Aceh : Fakultas Hukum., 2023
Bahasa
Indonesia
No Classification
346.048 8
Literature Searching Service
Hard copy atau foto copy dari buku ini dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan hubungi via telegram (Chat Services LSS)
Merek terdiri atas merek dagang dan merek jasa yang di dalamnya juga terdapat merek terkenal yaitu merek yang memiliki reputasi tinggi. Merek terkenal diatur dalam Pasal 21 ayat (1) huruf b dan c Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU MIG). Aturan lainnya merek terkenal terdapat dalam Pasal 6bis Paris Convention dan TRIPs. Namun dalam praktiknya masih terdapat pelanggaran dalam bentuk bentuk pemalsuan seperti merek terkenal “NIKE” menjadi merek “NEKI” dan pembajakan seperti barang dengan merek terkenal KW yang marak diperdagangkan di dunia maya.
Tujuan penulisan skripsi untuk menjelaskan perlindungan hak merek terkenal yang dipalsukan dan dibajak dalam perdagangan di dunia maya, menjelaskan hambatan dan tantangan bagi pemegang hak merek terkenal dalam melindungi haknya dan menjelaskan penyelesaian sengketa yang dapat ditempuh para pihak.
Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yaitu metode yang menggunakan konsep legal positif dengan mengkaji penerapan kaidah atau norma dalam hukum positif. Data penelitian diperoleh melalui data sekunder penelitian kepustakaan (library research). Penelitian ini menggunakan ilmu empiris sebagai ilmu bantu dengan pengumpulan data melalui wawancara (interview) tanpa mengubah karakter ilmu hukum sebagai ilmu normatif. Pendekatan dilakukan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan analitis.
Hasil penelitian ditunjukan bahwa perlindungan hak merek terkenal yang diperdagangkan di dunia maya dalam UU MIG belum memberikan kepastian hukum secara optimal karena belum mengatur definisi merek terkenal secara terminologi, kriteria merek terkenal, dan perlindugan terhadap hak merek terkenal di dunia maya. Hambatan bagi pemegang hak merek terkenal dalam melindungi haknya adalah kerugian yang dialami pemegang hak merek terkenal, keterbatasan negara dalam melakukan penegakan hukum, pasar yang sangat luas di dalam dunia maya, serta minat masyarakat dan besarnya peluang dalam perdagangan dan tantangannya adalah ketidaktegasan pemerintah dalam mengatasi pemalsuan dan pembajakan merek terkenal di dunia maya sesuai dengan Paris Convention. Penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui Pengadilan Niaga atau arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa serta upaya lain pemerintah yaitu penandatanganan Nota Kesepaham antara Kemenkumham dan Kominfo serta antara pemerintah dengan pemilik marketplace dengan melakukan penutupan situs perdagangan barang merek palsu dan bajakan.
Disarankan kepada pemerintah untuk merevisi UU MIG sehingga dapat menjamin kepastian hukum kepada pemegang hak merek terkenal di dunia maya. Diharapkan kepada pelaku usaha untuk menghargai dan tidak memperdagangkan merek terkenal yang dipalsukan dan dibajak. Disarankan kepada pemerintah agar lebih tegas dan serius dalam mengoptimalkan perangkat hukum serta memberikan sosialisasi maupun edukasi ke setiap elemen masyarakat guna meminimalisir terjadinya pemalsuan dan pembajakan merek terkenal di dunia maya.
Brands consist of trade marks and service marks which include well-known brands, namely brands that have a high reputation. Well-known marks are regulated in Article 21 paragraph (1) letters b and c of Law Number 20 of 2016 concerning Marks and Geographical Indications (UU MIG). Other rules for well-known marks are contained in Article 6bis Paris Convention and TRIPS. However, in practice there are still violations in the form of counterfeiting such as the well-known brand "NIKE" becoming the brand "NEKI" and piracy such as goods with the well-known brand KW which are widely traded in cyberspace. The purpose of writing this thesis is to explain the protection of counterfeit and pirated famous trademark rights in cyberspace, explain the obstacles and challenges for well-known brand rights holders in protecting their rights and explain dispute resolution that can be taken by the parties. This study uses a normative juridical method, namely a method that uses positive legal concepts by examining the application of rules or norms in positive law. Research data obtained through secondary data library research (library research). This study uses empirical science as an auxiliary science by collecting data through interviews without changing the character of law as a normative science. The approach taken is a statutory approach and an analytical approach. The results of the study show that the protection of well-known trademark rights traded in cyberspace in the MIG Law has not provided optimal legal certainty because it has not regulated the definition of well-known marks in terms of terminology, criteria for well-known marks, and protection of well-known brand rights in cyberspace. Obstacles for well-known brand rights holders in protecting their rights are losses experienced by famous brand right holders, limitations of the state in enforcing the law, a very broad market in cyberspace, as well as public interest and the large opportunity in trade and the challenge is the government's indecisiveness in overcoming counterfeiting and piracy of well-known brands in cyberspace in accordance with the Paris Convention. Dispute resolution can be reached through a Commercial Court or arbitration and alternative dispute resolution as well as other government efforts, namely signing a Memorandum of Understanding between the Ministry of Law and Human Rights and the Ministry of Communication and Information and between the government and marketplace owners by closing sites trading in counterfeit and pirated brands. It is suggested to the government to revise the MIG Law so that it can guarantee legal certainty to the rights holders of well-known brands in cyberspace. It is hoped that business actors will respect and not trade well-known counterfeit and pirated brands. It is suggested to the government to be more assertive and serious in optimizing legal instruments and providing outreach and education to every element of society in order to minimize counterfeiting and piracy of well-known brands in cyberspace.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MEREK TERKENAL IPHONE DAN SAMSUNG ATAS PENJUALAN SMARTPHONE SUPERCOPY (ZULKARNAIN, 2022)
ANALISIS HUKUM TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG TENTANG MEREK TERKENAL ASING (STUDI KASUS TERHADAP MEREK TERKENAL ASING DIOR, PRADA DAN KINOTAKARA) (Silfia Keumaladewi, 2014)
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MEREK NAPOCUT AKIBAT BEREDARNYA PRODUK TIRUAN (SUATU PENELITIAN DI KOTA BANDA ACEH) (EGGY FEGRI LINDIRA PUTRI, 2021)
PENGATURAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MEREK DAGANG ASING TERKENAL DI INDONESIA (TRI NANDA SUWARDI, 2013)
PEMALSUAN MEREK BODY PROTECTOR MOTOR OLEH PRODUSEN TERKAIT DENGAN HAK-HAK KONSUMEN (SUATU PENELITIAN DI KOTA BANDA ACEH) (Muhammad Iqbal, 2019)