ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS PERLINDUNGAN KORBAN DALAM LINGKUNGAN PERGURUAN TINGGI | ELECTRONIC THESES AND DISSERTATION

Electronic Theses and Dissertation

Universitas Syiah Kuala

    THESES

ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS PERLINDUNGAN KORBAN DALAM LINGKUNGAN PERGURUAN TINGGI


Pengarang

Mirza Dwan Sanova - Personal Name;

Dosen Pembimbing

Dahlan - 196704041993031004 - Dosen Pembimbing I
Teuku Ahmad Yani - 196510081990031001 - Dosen Pembimbing II
Muazzin - 197002081998021001 - Penguji
Rizanizarli - 196011151989031002 - Penguji



Nomor Pokok Mahasiswa

2003201010047

Fakultas & Prodi

Fakultas Hukum / Ilmu Hukum (S2) / PDDIKTI : 74101

Penerbit

Banda Aceh : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala., 2023

Bahasa

Indonesia

No Classification

345.025 3

Literature Searching Service

Hard copy atau foto copy dari buku ini dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan hubungi via telegram (Chat Services LSS)

ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS PERLINDUNGAN KORBAN DALAM LINGKUNGAN PERGURUAN TINGGI

Regulasi hukum tentang tindak pidana kekerasan seksual secara rinci di Indonesia baru diundangkan pada tahun 2022 melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Sebelumnya, Kementerian Pendidikan telah mengeluarkan Peraturan Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Lingkungan Perguruan Tinggi. Kedua aturan ini idealnya mengatur jenis dan sanksi kekerasan seksual berbasis perlindungan korban. Namun demikian, permasalahan yang muncul adalah tampak ada pemisahan antara perilaku seksual di Lingkungan Kampus dengan persetujuan (consent) dan kekerasan seksual tanpa persetujuan (consent). Adanya penekanan pada sexual consent menjadi alasan bagi pelaku tidak dapat dihukum. Selain itu, permasalahan berikutnya tentang konsep perlindungan korban yang diatur dalam Permendikbudristek belum mampu melindungi hak-hak korban sepenuhnya, sebab kekerasan seksual di Kampus biasanya tidak terekspose karena ada tekanan kampus demi menjaga nama baik kampus, dan adanya rasa malu dari korban terhadap tindakan yang diterimanya. Untuk itu, kajian utama dalam penelitian ini memaparkan permasalahan tentang Penafsiran Hukum atas Konsep Sexual Consent sebagai Syarat Penentuan Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang Terdapat di dalam Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 dan UU TPKS Nomor 12 Tahun 202, dan Konsep Sexual Consent dalam Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 dan UU TPKS Nomor 12 Tahun 2022 Dilihat dari Perlindungan Hak-Hak Korban.
Penelitian dan pengkajian dalam penelitian ini bertujuan untuk menemukan dan mengembangkan konsep sexual consent pada peraturan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 dengan cara menganalisis dan menafsirkan konsep sexual consent sebagai syarat penentuan tindak pidana kekerasan seksual dalam peraturan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022, serta meninjau apakah hak-hak korban dalam Permendikbusristek Nomor 30 Tahun 2021 dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 yang berbasis sexual consent sebagai bentuk perlindungan korban sudah dapat terpenuhi.
Adapun Jenis penelitian adalah yuridis-normatif, dengan menggunakan 4 pendekatan, yaitu pendekatan undang-undang, pendekatan sejarah, pendekatan konseptual, dan pendekatan komparatif. Sumber data yang digunakan adalah sumber data sekunder yang terdiri dari sumber-sumber tertulis, baik itu regulasi peraturan perundang-undangan, buku hukum, kamus hukum, dan bahan kepustakaan lainnya. Adapun metode analisis penelitian ini adalah analisis preskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan kekerasan seksual mencakup arti umum untuk semua tindakan yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain baik itu bernuansa seksualitas, verbal, visual, tindakan aktif, maupun dalam bentuk penggunaan lambang-lambang yang menunjukkan nuansa seksualitas. Persetujuan seksual atau sexual consent dalam konteks hubungan seksual menjadi syarat apakah hubungan seksual itu didasarkan tekanan atau tidak, intimidasi atau tidak, sehingga ia disebut dengan tindak pidana kekerasan seksual. Sehingga dapat disimpulkan apabila ada persetujuan seksual dari korban, maka pelaku tidak dapat dipidana dan jika tidak ada persetujuan dari korban, pelaku baru dapat dijatuhi pidana. Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 maupun Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 secara yuridis mampu memberikan perlindungan terhadap korban. Hasil dari wawancara menunjukkan bahwasanya hak-hak korban yang diperhitungkan adalah hak korban atas penanganan, perlindungan, dan pemulihan sejak terjadinya tindak pidana kekerasan seksual, dimana penanganan atau penyelesaian perkara sesuai keinginan dari korban dengan prinsip utamanya menjaga kerahasiaan identitas dan keselamatan korban.
Disarankan terhadap pemerintah dalam hal ini lembaga eksekutif dan lembaga legislatif perlu lebih teliti dalam hal menggunakan atau pemilihan kata-kata untuk digunakan dalam suatu peraturan atau perundang-undangan, sehingga dapat menghilangkan kemultitafsiran masyarakat dalam memahami pasal-pasal dalam perundang-undangan. Sejalan dengan itu perlu memasukkan landasan teologis atau norma agama dalam peraturan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 dan dalam Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021, hal ini agar norma agama dapat diakomodasi secara baik dalam peraturan perundang-undangan sebagaimana amanat konstitusi UUD 1945 dan ideologi Pancasila.

Kata Kunci: Tindak Pidana, Kekerasan Seksual, Perlindungan Korban, Perguruan Tinggi

JURIDICAL ANALYSIS OF THE CRIME OF SEXUAL VIOLENCE BASED ON VICTIM PROTECTION IN THE UNIVERSITY ENVIRONMENT Legal regulations on the crime of sexual violence in detail in Indonesia were only enacted in 2022 through Law Number 12 of 2022 on the Crime of Sexual Violence. Previously, the Ministry of Education had issued Regulation Number 30 of 2021 concerning the Prevention and Handling of Sexual Violence in the Higher Education Environment. These two regulations ideally regulate the types and sanctions of sexual violence based on victim protection. However, the problem that arises is that there seems to be a separation between sexual behavior in the Campus Environment with consent and sexual violence without consent. The emphasis on sexual consent becomes a reason for the perpetrator not to be punished. In addition, the next problem is that the concept of victim protection regulated in the Permendikbudristek has not been able to fully protect the rights of victims, because sexual violence on campus is usually not exposed due to campus pressure to maintain the good name of the campus, and the shame of the victim for the actions she received. For this reason, the main study in this research describes the problems of Legal Interpretation of the Concept of Sexual Consent as a Condition for Determining the Crime of Sexual Violence contained in Permendikbudristek No. 30 of 2021 and TPKS Law Number 12 of 202, and the Concept of Sexual Consent in Permendikbudristek No. 30 of 2021 and TPKS Law Number 12 of 2022 Seen from the Protection of Victims' Rights. The research and study in this study aim to find and develop the concept of sexual consent in the regulations of Permendikbudristek Number 30 of 2021 and Law Number 12 of 2022 by analyzing and interpreting the concept of sexual consent as a condition for determining the crime of sexual violence in the Permendikbudristek Number 30 of 2021 and Law Number 12 of 2022, and reviewing whether the rights of victims in Permendikbudristek Number 30 of 2021 and Law Number 12 of 2022 based on sexual consent as a form of victim protection can be fulfilled. The type of research is juridical-normative, using 4 approaches, namely the statutory approach, historical approach, conceptual approach, and comparative approach. The data sources used are secondary data sources consisting of written sources, be it regulations of laws and regulations, law books, legal dictionaries, and other library materials. The method of analysis of this research is prescriptive analysis. The results of the study show that sexual violence includes a general meaning for all actions carried out by a person against another person, whether it is nuanced sexuality, verbal, visual, active actions, or in the form of using symbols that show nuances of sexuality. Sexual consent in the context of sexual relations is a condition of whether the sexual relationship is based on pressure or not, intimidation or not, so that it is called a criminal act of sexual violence. So it can be concluded that if there is sexual consent from the victim, the perpetrator cannot be punished and if there is no consent from the victim, the perpetrator can only be sentenced. Permendikbudristek Number 30 of 2021 and Law Number 12 of 2022 are juridically capable of protecting providing to victims. The results of the interviews show that the rights of victims that are taken into account are the rights of victims to handling, protection, and recovery since the occurrence of criminal acts of sexual violence, where the handling or settlement of cases is by the wishes of the victim with the main principle of maintaining the confidentiality of the victim's identity and safety. It is suggested that the government, in this case, the executive and legislative institutions, need to be more careful in terms of using or selecting words to be used in a regulation or legislation, to eliminate the public's multiple interpretations in understanding the articles in the legislation. In line with that, it is necessary to include theological foundations or religious norms in the regulations of Law Number 12 of 2022 and in Permendikbudristek Number 30 of 2021, this is so that religious norms can be properly accommodated in laws and regulations as mandated by the 1945 Constitution and the ideology of Pancasila. Keywords: Crime, Sexual Violence, Victim Protection, University

Citation



    SERVICES DESK