Electronic Theses and Dissertation
Universitas Syiah Kuala
THESES
HAK EKSEKUTORIAL TERHADAP JAMINAN FIDUSIA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 18/PUU-XVII/2019
Pengarang
Miswardi - Personal Name;
Dosen Pembimbing
Nomor Pokok Mahasiswa
1903201010028
Fakultas & Prodi
Fakultas Hukum / Ilmu Hukum (S2) / PDDIKTI : 74101
Subject
Penerbit
Banda Aceh : Fakultas Hukum (S2)., 2022
Bahasa
Indonesia
No Classification
-
Literature Searching Service
Hard copy atau foto copy dari buku ini dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan hubungi via telegram (Chat Services LSS)
Putusan Nomor 18/PUU-XVII/2019 yang ditetapkan oleh Mahkamah Konsitusi dalam perkara pengujian mengenai pasal 15 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999, yang menyatakan bahwa frasa yang menyatakan “kekuatan eksekutorial” sepanjang tidak dimaknai terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap maka tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat “. Dan mendapat pertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Maka timbul suatu permasalahan baru dalam perspektif penafsiran tentang prosedur dalam proses eksekusi benda yang menjadi jaminan fidusia, serta untuk menentukan wanprestasi atau cedera janji, sehingga berdampak pada timbulknya ketidakpastian hukum dari perjanjian fidusia yang terkait dengan kepastian hukum, keseimbangan dalam perlindungan hukum dan keadilan terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam proses eksekusi objek jaminan fidusia.
Penelitian ini untuk menjelaskan bentuk perjanjian yang diterapkan oleh perusahaan pembiayaan dalam kaitannya tentang mekanisme eksekusi objek jaminan fidusia dan bagaimana pihak perusahaan pembiayaan melihat potensi menunggaknya debitur sebelum perjanjian terjadi pasca lahirnya putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 18/PUU-XVII/2019.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian terhadap ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang menjadi kenyataan yang terjadi dalam masyarakat. Yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan maksud untuk menemukan fakta-fakta dan data yang dibutuhkan untuk mengetahui keadaan sebenarnya atau keadaan nyata yang terjadi terhadap masyarakat, setelah data yang dibutuhkan terkumpul kemudian menuju kepada identifikasi masalah yang pada akhirnya menuju pada penyelesaian masalah, atau dengan kata lain dapat disebutkan pula bahwa penelitian ini adalah suatu penelitian lapangan atau penelitian hukum sosiologis.
Bentuk perjanjian yang diterapkan oleh perusahaan pembiayaan adalah perjanjian baku, dalam proses pelaksanaan perjanjian tidak terpenuhinya asas kebebasan berkontrak sehinga berdampak pada tidak tercapainya kepastian hukum, keseimbangan dalam perlindungan hukum dan keadilan bagi debitur pada saat eksekusi objek jaminan fidusia dilaksanakan, serta pelaksanaan prinsip kehatihatian dalam melihat potensi debitur wanprestasi sebelum terjadinya perjanjian tidak terdapat suatu standar yang ketat terkait dengan putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 18/PUU-XVII/2019 dan putusan Nomor 2/PUU-XIX/2021.
Disarankan agar Perusahaan Pembiayaan dapat memperbaiki bentuk Perjanjian Fidusia yang digunakan dengan berpedoman pada asas kebebasan berkontrak supaya tercapai kepastian hukum, keseimbangan dalam perlindungan hukum dan keadilan bagi parapihak pada saat eksekusi objek jaminan fidusia dilaksanakan dan membuat suatu standar yang jelas terhadap pelaksanaan prinsip kehatihatian dalam proses pembiayaan kepada nasabah guna untuk menghindari terjadinya sengketa objek jaminan fidusia akibat debitur gagal bayar atau wanprestasi.
Constitutional Court of Indonesia Verdict Number 18/PUU-XVII/2019 on the statutory testing against Article 15 paragraph (2) and (3) Law Number 42 of 1999 on Fiduciary Assurance stated that “along phrase of “executive power” are in contradiction with 1945 Indonesian Constitution and does not have binding legal force as long as it is not interpreted "For fiduciary assurance where there is no agreement on breach of contract and debtors object to voluntarily submitting objects that become fiduciary assurance, then all legal mechanisms and procedures in implementing the execution of Fiduciary Assurance must be carried out and apply the same as the implementation of the Fiduciary Assurance. Execution of court decisions that have permanent legal force”. A new problem arises in the perspective of interpretation of the procedure for determining default or breach of contract in the process of executing the object of fiduciary security, thereby creating legal uncertainty of the fiduciary agreement related to legal certainty, balanced legal protection and justice for the parties in the process of executing the fiduciary object.. This study aims to explain the form of agreement applied by finance companies in relation to the execution mechanism of the object of fiduciary security in order to achieve legal certainty, legal protection equality, and justice for the parties in the execution procedure of the object of fiduciary security after the Constitutional Court Verdict Number 18/PUU-XVII /2019 and the finance company saw the potential for debtor arrears before the agreement took place.. This research is an empirical juridical research, besides it is a sociological legal research and can also be referred as field research, which examine the applicable legal provisions and what is occur in reality. A research conducted on the actual situation or real conditions that occur in the community with the intention of finding the facts and necessary data, after collected the data that leads to identify the problems which leads to problem solving. The agreement applied by the financing company is form of standard agreement, in the process of implementing the agreement, freedom of contract principle is not fulfilled that it has an impact on not achieving legal certainty, legal protection equality and justice for debtors in the execution of the object of fiduciary security related to Constitutional Court Decision Number 18 /PUU-XVII/2019 and the absence of distinct standards in applying the precautionary principle in seeing potential debtors in arrears before the agreement occurs. It is suggested that the Financing Company to modify the form of the Fiduciary Agreement based on the principle of freedom of contract in order to achieve legal certainty, legal protection equality and justice for the parties in the process of executing the object of the fiduciary assurance. In addition, the financing company have make a distinct standard for the implementation of the precautionary principle in the financing process to customers in order to avoid disputes over the object of fiduciary security due to the payment default.
PENGARUH PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 18/PUU- XVII/2019 TERHADAP PELAKSANAAN EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA DI PERUSAHAAN LEASING (PENELITIAN DI PERUSAHAAN LEASING FIFGROUP CABANG BANDA ACEH) (ZULFITRIANSYAH, 2022)
HAK EKSEKUTORIAL TERHADAP JAMINAN FIDUSIA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 18/PUU-XVII/2019 (Miswardi, 2022)
IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 18/PUU-XVII/2019 TERHADAP EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA (Izra Fadiya, 2021)
PENYELESAIAN WANPRESTASI PADA PEMBIAYAAN KONSUMEN MELALUI PENETAPAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA OLEH PENGADILAN (SUATU PENELITIAN PADA PERUSAHAAN PT MAYBANK INDONESIA FINANCE SYARIAH CABANG ACEH) (Saskia Niraqieta, 2024)
PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN PEMBIAYAAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN JAMINAN FIDUSIA (SUATU PENELITIAN PADA PERUSAHAAN OTO MULTIARTHA DI KOTA MEDAN) (Riki Saputra, 2022)