Electronic Theses and Dissertation
Universitas Syiah Kuala
THESES
DOMINASI HUKUM NEGARA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA HAREUTA PEUNULANG DI KABUPATEN PIDIE
Pengarang
Aufa Miranti - Personal Name;
Dosen Pembimbing
Teuku Muttaqin Mansur - 197909052008121002 - Dosen Pembimbing I
Sulaiman - 197604022006041001 - Dosen Pembimbing II
Yusri - 196312171989031004 - Penguji
Darmawan - 196205251988111001 - Penguji
Nomor Pokok Mahasiswa
2003201010005
Fakultas & Prodi
Fakultas Hukum / Ilmu Hukum (S2) / PDDIKTI : 74101
Subject
Kata Kunci
Penerbit
Banda Aceh : Fakultas Hukum (S2)., 2022
Bahasa
No Classification
-
Literature Searching Service
Hard copy atau foto copy dari buku ini dapat diberikan dengan syarat ketentuan berlaku, jika berminat, silahkan hubungi via telegram (Chat Services LSS)
Hareuta peunulang adalah pemberian berupa benda tidak bergerak yang diberikan oleh orang tua kepada anak perempuannya. Pelaksanaan pemberian hareuta peunulang bertujuan untuk melindungi harkat dan martabat perempuan. Hareuta peunulang merupakan konsep hukum adat yang masih dianut masyarakat Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh. Pemberian hareuta peunulang dilaksanakan secara damai dan sesuai ketentuan adat yang berlaku. Realita yang terjadi, ditemukan sengketa mengenai pelaksanaan pemberian hareuta peunulang kepada anak perempuan yang dipersengketakan oleh anak laki-laki di Kabupaten Pidie. Umumnya sengketa diselesaikan melalui metode peradilan adat. Cara penyelesaian sengketa antara satu wilayah dengan wilayah masyarakat hukum adat lainnya berbeda. Sengketa adat pemberian hareuta peunulang yang seharusnya diselesaikan pada tingkat mukim, sebagai peradilan adat banding setelah peradilan adat gampong, justru dibawa ke Mahkamah Syar'iyah Sigli.
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan penyebab munculnya sengketa hareuta peunulang di Kabupaten Pidie, untuk menjelaskan mekanisme penyelesaian sengketa hareuta peunulang melalui peradilan adat, dan untuk menjelaskan penyebab kasus sengketa hareuta peunulang yang tidak selesai pada tingkat peradilan adat gampong justru diteruskan ke tingkat Mahkamah Syar'iyah Sigli.
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini bersifat yuridis empiris. Data yang terkait dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara dan studi pustaka. Menggunakan teknik analisis deskriptif, dengan menggambarkan secara nyata mengenai kenyataan-kenyataan yang ditemukan di lapangan dan mengaitkannya dengan data kepustakaan yang disajikan dalam bentuk narasi.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui, bahwa penyebab munculnya sengketa hareuta peunulang di Kabupaten Pidie, dikarenakan proses pemberian hareuta peunulang yang tidak dimusyawarahkan secara baik, penerima hareuta peunulang yang mengutamakan anak perempuan dan jenis atau jumlah hareuta peunulang yang diberikan melebihi ketentuan hibah 1/3 harta. Mekanisme penyelesaian sengketa melalui peradilan adat dilakukan secara bertahap, yaitu gampong dan mukim. Faktor penyebab kasus sengketa hareuta peunulang yang tidak selesai pada tingkat peradilan adat gampong justru diteruskan ke tingkat
* Mahasiswa Prodi Magister Ilmu Hukum Universitas Syiah Kuala
** Pembimbing Utama
*** Pembimbing Anggota
Mahkamah Syar'iyah Sigli, karena sistematika peradilan adat dinilai masih belum efektif dan efisien serta faktor kemajemukan hukum dalam lingkungan masyarakat. Disarankan kepada masyarakat Kabupaten Pidie dalam pemberian hareuta peunulang, sebaiknya dapat mengutamakan budaya musyawarah dengan menghadirkan seluruh anak serta pihak yang bersangkutan dan mengedepankan konsep keadilan dalam proses pemberiannya untuk menghindari sengketa di kemudian hari serta dapat mengutamakan penyelesaian sengketa melalui peradilan adat. Disarankan kepada Pemerintah Gampong (Keuchik) dan Pemerintah Mukim (Imuem Mukim), untuk memberikan edukasi masyarakat mengenai prosedur peradilan adat yang berdasarkan ketentuan dilakukan secara bertahap, supaya tidak adanya keraguan masyarakat dalam proses penyelesaian sengketa melalui peradilan adat. Disarankan kepada Pemerintah untuk memperkuat dan mengakui keberadaan
peradilan adat secara utuh di wilayah dan di daerah Provinsi Aceh.
Kata Kunci: Hareuta peunulang, penyelesaian sengketa, peradilan adat, Mahkamah Syar'iyah Sigli
Hareuta peunulang refers to immovable objects granted by parents to their daughters. The implementation of hareuta peunulang aims to protect the dignity of the daughters. Hareuta peunulang is a customary law that which is still in effect in Pidie regency, Aceh province. The granting of hareuta peunulang should be carried out peacefully and in relevance with customary provisions. In practice, disputes are still found regarding the implementation of granting hareuta peunulang to daughters, brought forth by sons in Pidie regency. Generally, these disputes are settled through customary court methods. The method of resolving disputes among regions are different. The settlement of hareuta peunulang disputes should have been d at the Mukim level court, as an appellate customary court after the Gampong customary court, and instead brought to the Sigli Syar’iyah Court. This research sought to investigate the causes of hareuta peunulang disputes in Pidie regency, to explain the mechanism for hareuta peunulang dispute settlement through the customary court, and to explain the causes of hareuta peunulang disputes not being resolved at the Gampong customary court level and instead forwarded to the Syar’iyah Sigli Court. This research employed juridical-empirical methodology. The research data were obtained through interviews and literature reviews. The analysis was done using descriptive analysis technique, by describing the empirical evidences obtained from the field and relating them with literature data presented in narrative form. Based on the research results, it was revealed that the causes of hareuta peunulang disputes in Pidie regency were due to the process of granting hareuta peunulang that was not properly discussed, the receivers of hareuta peunulang who prioritized daughters, and the type or amount of hareuta peunulang granted exceeded the provisions of 1/3 property grant. The dispute settlement mechanism was conducted through customary courts of two stages, namely Gampong and Mukim. The causes of hareuta peunulang disputes not being resolved at the Gampong customary court level and instead forwarded to the Syar’iyah Sigli Court were because the customary court system was still considered ineffective and inefficient and the community had legal plurality factor in effect. * Graduate student of Law Syiah Kuala University ** Chairman of Supervising Committee *** Chairman of Supervising Committee It is advised that the people of Pidie regency in granting hareuta peunulang should prioritize discussion by presenting all heirs and concerned parties, prioritize the concept of fairness in its implementation to avoid any future disputes, and prioritize dispute settlement through customary courts. It is recommended to the Gampong government (Keuchik) and the Mukim government (Imuem Mukim) to provide education and outreach the people about the customary judicial procedure which is carried out in stages to minimize doubts in dispute settlement process through the customary courts. It is recommended to the Government to strengthen and recognize the existence of indigenous justice as a whole in the region and in the Aceh Province. Keywords: Hareuta peunulang, dispute settlement, customary court, The Syar'iyah Sigli Court
PELAKSANAAN HAREUTA PEUNULANG KEPADA ANAK PEREMPUAN MENURUT TINJAUAN HUKUM ISLAM (SUATU PENELITIAN DI KABUPATEN PIDIE) (Lulu Munirah, 2017)
PENYELESAIAN SENGKETA HAREUTA SEHAREUKAT YANG DIJUAL SECARA SEPIHAK MELALUI PERADILAN ADAT GAMPONG (SUATU PENELITIAN DI KECAMATAN SYIAH KUALA KOTA BANDA ACEH) (Nurul Hikmah, 2023)
THE SETTLEMENT OF DISPUTES OVER DOMAIN NAMES OWNERSHIP AND CYBERSQUATTING IN INDONESIA AND SINGAPORE (NUR HAKIKI, 2023)
EKSISTENSI KEUJRUEN BLANG SEBAGAI PERADILAN ADAT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA BIDANG PERSAWAHAN DI KABUPATEN PIDIE JAYA (Ici Hikmah, 2023)
PENYELESAIAN PERSELISIHAN PENGAIRAN SAWAH MELALUI KEUJRUEN CHIK DI KECAMATAN TRIENGGADENG KABUPATEN PIDIE JAYA (BASYIR ANAS, 2024)