Electronic Theses and Dissertation

Nilam (Pogostemon cablin Benth.) adalah tanaman herba tropis yang menghasilkan minyak atsiri dikenal dengan minyak nilam. Nilam Aceh dibedakan menjadi varietas Tapaktuan, Lhokseumawe dan Sidikalang. Nilam Aceh tidak memiliki bunga, sehingga keragaman genetik tanaman sangat rendah. Serangan penyakit pada tanaman nilam seperti layu bakteri dan budog menyebabkan perbanyakan tanaman nilam sulit. Solusi perbanyakan bibit yang unggul dalam waktu yang relatif singkat dapat dilakukan melalui teknik kultur in vitro. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui induksi tunas nilam varietas Tapaktuan, Lhokseumawe dan Sidikalang dengan konsentrasi BAP secara in vitro. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok pola faktorial 3x4 terdiri dari 2 faktor, faktor pertama adalah varietas nilam terdiri atas 3 taraf, yaitu: Tapaktuan, Lhokseumawe dan Sidikalang, dan faktor kedua adalah konsentrasi BAP terdiri atas 4 taraf, yaitu: kontrol, 0,5, 1, dan 1,5 mg L-1. Penelitian ini terdiri dari 12 kombinasi perlakuan dengan 6 ulangan, maka terdapat 72 unit percobaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase hidup eksplan nilam terdapat pada semua kombinasi perlakuan antara varietas Tapaktuan, Lhokseumawe, dan Sidikalang terhadap kontrol, BAP 0,5 mgL-1, BAP 1 mgL-1, dan BAP 1,5 mgL-1 yaitu 100% . Waktu muncul tunas cenderung cepat terdapat pada varietas Lhokseumawe + BAP 0,5 mgL-1 yaitu 17,5 HST. Persentase muncul tunas cenderung tinggi terdapat pada varietas Lhokseumawe+BAP 0,5 mgL-1 dan Lhokseumawe + BAP 1 mgL-1 yaitu 100% pada umur 4 MST. Jumlah tunas eksplan nilam cenderung lebih banyak terdapat pada varietas Sidikalang + BAP 0,5 mgL-1 yaitu 12 tunas. Jumlah daun eksplan nilam cenderung lebih banyak terdapat pada varietas Lhokseumawe + BAP 1 mgL-1 yaitu 13 helai. Eksplan nilam cenderung tinggi terdapat pada varietas Sidikalang + kontrol yaitu 8 cm. Persentase pembentukan kalus cenderung tinggi terdapat pada varietas Tapaktuan + BAP 1 mgL-1, Sidikalang + BAP 0,5 mgL-1, Sidikalang + BAP 1 mgL-1, Tapaktuan + BAP 1,5 mgL-1, Sidikalang + BAP 1,5 mgL-1 dan Sidikalang + kontrol yaitu diatas 50% pada umur 4 MST. Jumlah akar eksplan nilam cenderung banyak terdapat pada varietas Tapaktuan+kontrol yaitu 16,50 akar.

Patchouli (Pogostemon cablin Benth.) is a tropical herbaceous plant that produces essential oil known as patchouli oil. Aceh patchouli is divided into Tapaktuan, Lhokseumawe and Sidikalang varieties. Aceh patchouli does not have flowers, so the genetic diversity of the plant is very low. Disease attacks on patchouli plants such as bacterial wilt and budog make it difficult to propagate patchouli. The solution for multiplying superior seeds in a relatively short time can be done through in vitro culture techniques. This research aims to determine the induction of patchouli shoots of Tapaktuan, Lhokseumawe and Sidikalang varieties with BAP concentrations in vitro. This research was carried out at the Plant Tissue Culture Laboratory, Faculty of Agriculture, Syiah Kuala University, Darussalam, Banda Aceh. This research used a Randomized Block Design with a 3x4 factorial pattern consisting of 2 factors, the first factor was patchouli variety consisting of 3 levels, namely: Tapaktuan, Lhokseumawe and Sidikalang, and the second factor was BAP concentration consisting of 4 levels, namely: control, 0.5 , 1, and 1.5 mg L-1. This research consisted of 12 treatment combinations with 6 replications, so there were 72 experimental units. The results showed that the percentage of live patchouli explants was found in all treatment combinations between the Tapaktuan, Lhokseumawe, and Sidikalang varieties compared to the control, BAP 0.5, BAP 1, and BAP 1.5 mgL-1, namely 100%. The time for shoot emergence tends to be faster in the Lhokseumawe + BAP 0.5 mgL-1 variety, namely 17.5 HST. The percentage of shoot emergence tends to be high in the varieties Lhokseumawe + BAP 0.5 mgL-1 and Lhokseumawe + BAP 1 mgL-1, namely 100% at the age of 4 (Weeks After Planting) WAP. The number of patchouli explant shoots tended to be greater in the Sidikalang + BAP 0.5 mgL-1 variety, namely 12 shoots. The number of patchouli explant leaves tends to be greater in the Lhokseumawe + BAP 1 mgL-1 variety, namely 13 pieces. Patchouli explants tend to be taller in the Sidikalang + control variety, namely 8 cm. The percentage of callus formation tends to be high in the varieties Tapaktuan + BAP 1 mgL-1, Sidikalang + BAP 0.5 mgL-1, Sidikalang + BAP 1 mgL-1, Tapaktuan + BAP 1.5 mgL-1, Sidikalang + BAP 1.5 mgL-1 and Sidikalang + control were above 50% at the age of 4 WAP. The number of patchouli explant roots tended to be high in the Tapaktuan+control variety, namely 16.50 roots.